Quantcast
Channel: Tech in Asia
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6222

Browser Mobile, Bertahan atau Mati?

$
0
0

Di industri mobile yang kian berkembang, pilihan model penyajian informasi maupun hiburan pun semakin variatif. Saat ini, banyak layanan yang sudah mempunyai aplikasi mobile sendiri untuk mengakomodasi kebutuhan penggunanya.

Alhasil, banyak pengguna yang lebih memilih langsung menggunakan layanan melalui aplikasi ketimbang mengaksesnya melalui browser mobile. Jika melihat fenomena ini, apakah peran browser mobile sudah akan digantikan oleh aplikasi mobile?

Pada hari kedua (12/11) konferensi Tech in Asia Jakarta 2015, telah hadir Christian Uribe, VP of Products & Product Manager of Opera Mini dan Tiago Costa Alves, VP Asia Pacific of Aptoide untuk mendiskusikan hal tersebut.

Ketika ditanya apakah browser mobile masih hidup atau sudah mati, Tiago lebih memilih menggunakan kata “baru hampir mati”. Ia menambahkan bahwa kekuatan browser mobile kini sudah kian tergantikan dengan adanya kebutuhan yang lebih beragam akan aplikasi.

Sementara menurut Christian, saat ini browser mobile belum mati. Sebab ketika kita ingin mengetahui sesuatu hal yang baru, browser mobile memberikan lebih banyak informasi.

Browser mobile masih punya fan loyal

Tiago berpendapat bahwa peran browser mobile merupakan pintu masuk kemana saja. Bahkan ketika pengguna mau mencari aplikasi, mereka masih melakukannya melalui browser, karena mesin pencarian di toko aplikasi belum begitu baik. “Jadi, browser mobile masih memiliki fan yang loyal,” tambahnya.

Awali dengan web, baru aplikasi

Dari segi monetisasi, aplikasi dinilai lebih menghasilkan. Namun sebagai awalan, Tiago menyarankan startup untuk mengembangkan produk berbasis web yang bisa diakses di browser terlebih dahulu, karena biaya yang dibutuhkan lebih murah.

Baru ketika telah mampu menjaring basis pengguna, dan layanan makin stabil, startup dianjurkan untuk beralih dengan membuat aplikasinya. Agar lebih menghasilkan lagi, setelah itu pastikan aplikasi tersedia dalam platform Android dan iOS. “Kami mendirikan Aptoide beberapa tahun lalu diawali dari browser mobile yang kemudian merambah ke aplikasi”, ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan Christian, yang menyarankan startup untuk menjaring pengguna terlebih dahulu sebelum akhirnya mengembangkan aplikasi mobile. Ia menambahkan, baik dalam bentuk website maupun aplikasi mobile alangkah lebih baik membangun audiens dan infrastruktur lebih dahulu. Ketika sudah mantap, siapa saja bisa mengakses keduanya tanpa ada masalah.

Konten dan pengalaman pengguna menjadi senjata monetisasi

Terkait monetisasi browser mobile, Christian percaya bahwa jika setiap produk memiliki konten yang baik, maka poin tersebut bisa menjadi andalan dalam menambah nilai keuntungan. Sementara untuk aplikasi, Tiago berpendapat bahwa pengalaman pengguna merupakan hal yang sangat penting.

Adanya iklan atau banner ad dalam aplikasi dinilai akan sama mengganggunya dengan layanan berbayar. Lantas sebagai penggantinya, Tiago mengatakan bahwa sponsor bisa menjadi salah satu sumber penghasilan bagi para pemilik aplikasi.


Menyimak diskusi tersebut, bisa dibilang kiprah dan keberadaan browser mobile belum mati. Alasannya, selain masih memiliki fan loyal, browser mobile merupakan titik awal dari segala pencarian. Hanya saja, apabila tidak segera melakukan inovasi besar-besaran, kita takkan tahu berapa lama lagi ia akan bertahan.

Baca juga: Android dan Browser Opera Dominasi Pengguna Mobile Indonesia selama 2014


Artikel ini merupakan bagian dari liputan Tech Asia Jakarta 2015 yang berlangsung pada tanggal 11 dan 12 November. Ikuti seluruh liputannya di sini.

(Diedit oleh Lina Noviandari dan Pradipta Nugrahanto)

The post Browser Mobile, Bertahan atau Mati? appeared first on Tech in Asia Indonesia.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6222

Trending Articles