GO-JEK adalah salah satu startup Indonesia dengan pertumbuhannya tercepat dan paling dibicarakan oleh publik. Salah satu alasannya, setelah berhasil membuat gebrakan pada ranahi transportasi urban, tetapi mereka juga tidak henti-hentinya berinovasi.
Lihat saja, tak lama setelah menghadirkan GO-LIFE dan GO-BOX, akhir November 2015 lalu GO-JEK meluncurkan layanan baru bernama GO-BUSWAY yang memungkinkan pengguna mengetahui lokasi bus TransJakarta secara real-time berikut informasi kedatangan bus.
Hari ini (12/11) di acara Tech in Asia Jakarta 2015, CEO sekaligus Founder GO-JEK, Nadiem Makarim, mengungkapkan bahwa inovasi perusahaannya tidak akan berhenti di situ saja. Awal tahun depan, GO-JEK berencana menggelontorkan layanan baru yang diklaim akan menjadi “game changer”.
Baca juga: Nadiem Makarim Mengubah Go-Jek dari “Zombie” Menjadi Startup Paling Terkenal di Indonesia
Tidak banyak yang dibocorkan Nadiem kecuali petunjuk tadi, dan bagaimana produk baru mereka akan lebih viral dari sebelumnya dan membantu makin banyak orang dalam saat yang bersamaan. Namun, ia bisa memastikan, produk barunya tersebut tidak lagi berpusat pada transportasi yang menjadi kekuatan perusahaannya.
“Produk baru kami konsepnya bukan transportasi, tetapi on-demand. Kami menyadari, transportasi adalah salah satu elemen on-demand. Ini adalah tema kami. Menurut kami, Indonesia suka memesan apa saja. Itu aspirasinya,” kata Nadiem.
Tidak ada produk yang sempurna
Perjalanan untuk memiliki banyak layanan yang berhasil diterima dengan baik oleh masyarakat jelas bukan tanpa rintangan. Menurut Nadiem, selalu ada trial and error. Meski ia merasa produknya belum sempurna, ia tetap merilisnya ke pasar. Dari situ, ia melihat reaksi orang dan, jika diperlukan, melakukan perbaikan.
“Sempurna itu tidak ada. Sebuah produk tidak begitu saja menjadi (peluang) bisnis. Butuh waktu enam hingga delapan bulan, setelah kita mengetahui orang-orang menggunakannya untuk apa,” ujar Nadiem.
Beri kebebasan pada tim
Nadiem menyadari beratnya tekanan yang dihadapi oleh timnya, khususnya mereka yang mengepalai tiap-tiap produk. Karena itu, ia sengaja memberikan kebebasan, termasuk dalam menggunakan budget yang diberikan, pada tim untuk untuk melakukan apa saja.
“Saya tidak melakukan micro management. Mereka layaknya mini CEO yang menjalankan perusahaan mereka sendiri. Peran saya sebatas sugar daddy dan super coach yang membantu mereka menyelesaikan masalah yang dihadapi,” kata Nadiem.
Ini ia lakukan setiap hari, secara bergantian dari satu produk ke produk lainnya. Menariknya, ia tidak pernah melakukan progress review meeting. Sebab, data tiap produk disajikan setiap hari ke manajemen dan investor.
Rupanya, situasi serupa terjadi juga dalam hubungan antara manajemen tertinggi GO-JEK dengan investornya. Ia merasa beruntung punya investor yang tak henti menawarkan bantuan.
“Di balik tekanan dan isu teknis yang ada, punya investor yang seperti itu, yang kedekatannya hampir seperti bagian dari top team, membuat pekerjaan menjadi lebih nyaman,” katanya.
Menyambut kompetisi dengan tangan terbuka
Belakangan, banyak bermunculan kompetitor yang ikut membuati layanan serupa. Nadiem tidak melihat ini sebagai rintangan bagi pertumbuhan perusahaannya. Ia melihat pasarnya masih sangat besar, sementara penetrasi dari tiap-tiap startup itu, termasuk GO-JEK, masih kecil.
“Justru, semua akan membantu lebih banyak orang sambil mengedukasi pasar. The more the merier, terutama bagi startup lokal,” ujar Nadiem.
GO-JEK tanpa subsidi
Pengguna GO-JEK saat ini masih menikmati subsidi berupa tarif flat. Tentu saja, ini tidak akan berlangsung selamanya. Akan tiba saatnya pengguna benar-benar membayar tarif nyata per km.
Meski Nadiem tidak menyebutkan kapan tepatnya ini akan terjadi, GO-JEK pelan-pelan sudah mengurangi subsidi. Salah satunya dari sisi pengendara dengan mengurangi tarif per km, dari Rp4.000 ke Rp3.000. Bahkan, jika kamu menggunakan GO-JEK secara reguler, mungkin kamu menyadari biaya beberapa layanannya sudah mulai naik.
“Transisi ini akan terus terjadi secara bertahap, hingga subsidi benar-benar hilang. Saat memutuskan memberi subsidi, bukan berarti kami tidak tahu akan terjadi drop (order) nantinya,” jelas Nadiem.
Apa yang dilakukan oleh GO-JEK adalah mengumpulkan dana yang cukup, tidak berimbas negatif pada perusahaan saat subsidi dicabut. Menurutnya, ini adalah keseimbangan paling sulit yang harus ia jaga.
“Tapi kami makin baik dalam proyeksi, melakukan kalkulasi sensitivitas, menentukan harga, dan sebagainya,” jelasnya. “Satu yang pasti, tarif GO-JEK akan terus naik.”
Artikel ini merupakan bagian dari liputan Tech Asia Jakarta 2015 yang berlangsung pada tanggal 11 dan 12 November. Ikuti seluruh liputannya di sini.
(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto)
The post Nadiem Makarim Bicara Soal Produk Baru, Kompetisi, dan Subsidi appeared first on Tech in Asia Indonesia.