Quantcast
Channel: Tech in Asia
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6222

Islam: Peluang yang Belum Dimanfaatkan di Ranah Teknologi

$
0
0

Muslim mewakili hampir seperempat populasi dunia. Sebuah penelitian terbaru dari Deloitte mengatakan jika Asia menjadi tempat tinggal bagi lebih dari 1,05 miliar Muslim, atau sekitar 62 persen dari total populasi Muslim global. Karena peluang tersebut, kini sudah mulai muncul startup islami yang bisa kita jumpai di Asia.

Di bulan Juli, startup e-commerce pakaian Muslim HijUp telah mendapatkan putaran kedua pendanaan tahap awal sebesar 7 digit dari Fenox VC, 500 Startups, dan Emtek. Startup lokal lain seperti Blossom Finance menawarkan pembiayaan mikro Islam di Indonesia dengan menggunakan bitcoin. Trip on Halal, sebuah panduan perjalanan bagi pencinta kuliner Muslim, baru-baru ini memasuki MaGIC accelerator. Di awal tahun ini, Dustin Craun, Founder dan Executive Editor media berbasis agama Ummah Wide, membagikan daftar 11 startup Muslim paling inovatif.

Namun, perusahan-perusahaan ini hanya mewakili puncak gunung es dari apa yang disebut ekonomi digital Muslim yang akan terjadi di masa depan.

Menurut laporan dari Thompson Reuters dan DinarStandard, ekonomi digital global bernilai sekitar $1,9 miliar (sekitar Rp26 triliun) pada tahun 2014, yang berasal dari e-commerce dan iklan digital. Muslim mewakili basis konsumen yang makin penting. Nilai konsumen Muslim di ranah ekonomi digital global diperkirakan mencapai $107 miliar (sekitar Rp1,46 kuadriliun) di tahun 2014. Angka tersebut diproyeksikan akan meningkat hingga di atas $277 miliar (sekitar Rp3,73 kuadriliun) pada enam tahun mendatang.

Namun, industri ini memiliki beberapa batasan untuk dipilah-pilah sebelum era revolusi digital Islam akhirnya mengambil peran di Asia. Ini merupakan tantangan unik yang tidak dihadapi para founder yang kebetulan Muslim, melainkan bisnis yang menargetkan Muslim atau mencoba menerapkan konsep ini ke dalam DNA perusahaannya.

islam untapped hijup

 

Investor berhati-hati

Startup apa pun yang ingin sukses perlu menjadi bagian dari sebuah ekosistem yang dihuni para investor aktif. Bagaimanapun, startup teknologi berbasis Islam akan mengalami sedikit kesulitan, karena banyak investor barat yang tidak mengerti agama Islam. Ketidakpahaman ini membuat mereka sangat berhati-hati [untuk berinvestasi].

Lagi pula, data mengenai peluang global bagi teknologi berbasis islami terbilang masih kurang. Selain itu, dilihat dari catatan yang pernah ada, entrepreneur digital yang terjun ke ranah ini terbilang mengalami kesulitan menggalang dana dari VC di negara-negara yang masuk dalam Organisation of Islamic Cooperation.

Fazil Irwan Sorn, Kepala World Islamic Economic Forum Youth Network Initiative baru-baru ini membantu mengadakan sebuah acara di Kuala Lumpur yang menghadirkan startup Muslim dan investor global secara bersama-sama. Fazil percaya struktur dukungan saat ini tidak dapat membantu startup teknologi islami untuk beranjak dari ideasi ke pendanaan tahap awal dan seri A.

“Hanya ketika mereka mencapai seri A, VC baru mau datang dan berkata: ‘Oke sekarang kalian sudah siap, saya dapat mendanai kalian’,” kata Fazil kepada media.

Ia menambahkan, “Masalah terbesar di ranah Muslim adalah kurangnya keterbukaan, dan yang kedua, kurangnya pilihan ekonomi […] ranah Muslim tidaklah miskin, kami sebenarnya memiliki beberapa orang terkaya di dunia, tapi uang mereka tidak benar-benar diperuntukkan bagi masyarakat. Uang itu tidak kembali ke masyarakatnya. Uang itu pergi ke pasar barat, tempat mereka menginvestasikan uang dalam jumlah yang besar dan hal-hal semacam itu.”

islam untapped masjid

Pengiklan perlu dididik

Para ahli telah memperingatkan founder startup islami untuk tidak bergantung pada iklan sebagai model penghasilannya. Meski aturan ini juga bisa diterapkan pada sebagian besar startup, tampaknya aturan ini lebih tepat ditujukan bagi startup islami. Beberapa orang mengatakan jika pengiklan mainstream seringkali terhalang persepsi negatif mengenai konsumen Muslim, dan tidak tahu cara terbaik melakukan upaya marketing pada kelompok tersebut.

Agen branding islami Ogilvy Noor mengatakan, “Tak ada keraguan bahwa [konsumen Muslim] bisa menjadi segmen yang sensitif untuk didekati. Tapi jika didekati dengan pengetahuan yang cukup dan empati untuk konsumen Muslim serta nilai-nilai yang mereka pegang, kami percaya potensi hasil yang didapatkan bernilai lebih dari risiko yang diambil.”

Dari perspektif segmentasi, perusahaan tersebut mengatakan bahwa tantangan yang kini dihadapi para brand adalah mencoba tidak mengasingkan konsumen Muslim tradisional yang akan tetap menjadi landasan masyarakat, sembari meningkatkan engagement dengan komunitas Muslim muda.4

Pasar yang terfragmentasi dan pemerintahan yang tidak stabil

Membangun produk teknologi untuk konsumen Muslim global juga menjadi visi yang sulit karena masyarakat dan negara yang berbeda memiliki kekhasan yang berbeda pula. Perbedaan negara dan pemerintahan diiringi oleh perbedaan bahasa, keragaman nuansa budaya, perbedaan kedudukan ekonomi sosial, dan perbedaan derajat ketaatan kepada agama.

Indonesia, sebagai contohnya, adalah negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia. Indonesia juga termasuk yang paling moderat dalam praktik agama. “Kurang dari 10 persen produk keuangan di Indonesia adalah syariah meskipun 90 persen penduduknya Muslim. Ini sebuah masalah, namun bagi sebuah startup, ini sebuah kesempatan,” kata Matthew Martin, Founder Blossom Finance.

Menurutnya, bagaimanapun, masih banyak rintangan lain yang perlu diatasi di pasar negara berkembang dengan mayoritas Muslim. “Korupsi dan keadilan sosial merupakan hambatan di negara-negara dengan mayoritas Muslim,” katanya. “Ambil Pakistan sebagai contoh – di sana terdapat populasi Muslim yang besar, tapi kurangnya keamanan dan aturan hukum menjadi kekhawatiran nyata bagi entrepreuner dan investor.

islam untapped halal food

Apakah generasi Muslim masa kini bersatu dalam cara yang tidak dilakukan orang tua mereka?

Terlepas dari semua elemen yang mungkin menghalangi seseorang mendirikan startup islami, peluang pasarnya sudah cukup matang untuk dimanfaatkan, dan tampaknya ada titik terang untuk generasi Muslim millenial.

Para ahli mengatakan salah satu tren menarik untuk dilihat yaitu kemunculan pasar Muslim millenial global yang bisa ditargetkan sebagai sebuah kesatuan masyarakat. Inilah demografis yang sedang tumbuh di internet, memiliki nuansa yang unik, dan bertindak sebagai sebuah pasar konsumen tunggal. Orang lain mungkin akan berargumen ada banyak perbedaan di ranah Muslim untuk melihatnya sebagai satu kesatuan, sebuah entitas yang menyeluruh.

Terlepas dari itu, Matthew menawarkan sebuah nasihat untuk entrepreuner muda yang berfokus mendirikan startup islami. “Bangunlah sesuatu yang mengagumkan yang dapat berdiri tanpa branding Islam,” katanya. “Dunia dipenuhi pilihan dan produk yang bersaing mendapatkan perhatian. [Bangunlah sesuatu yang] halal, tapi lebih dari itu — bangunlah produk terbaik di luar sana.”

Baca juga: Bagaimana Cara Meraih Konsumen Muslim (#Startup Asia Preview)

(Diterjemahkan oleh Mohamad Rizky Allawy dan diedit oleh Lina Noviandari; sumber gambar: 134)

The post Islam: Peluang yang Belum Dimanfaatkan di Ranah Teknologi appeared first on Tech in Asia Indonesia.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6222

Trending Articles