2015 sudah berjalan setengah tahun, dan rasanya semakin jelas bila tahun ini akan menjadi tahun yang berat bagi Uber. Nyaris di seluruh Asia, startup asal Amerika Serikat ini menghadapi pesaing baru, kendala hukum baru, dan beragam masalah lainnya.
Uber pertama kali masuk ke Asia via Singapura di bulan Oktober 2012. Namun sekarang jalan Uber dalam melakukan ekspansi tidak akan lagi semudah dan semulus dulu.
Berikut adalah tujuh tantangan besar yang dihadapi Uber di Asia tahun ini:
1. Pesaing Baru
Sebelum kami mulai menyebutkan semua kendala yang terkait dengan hukum dan aturan, perlu diketahui bahwa Uber sekarang punya lebih banyak saingan lokal di Asia. Startup seperti GrabTaxi dan EasyTaxi sudah memudahkan pemesanan taxi di berbagai negara di Asia. Meski begitu, sekarang sudah ada beberapa aplikasi baru yang memudahkan layanan booking kendaraan pribadi yang tentunya akan menjadi pesaing bagi Uber dan UberX.
GrabCar, yang merupakan bagian dari layanan GrabTaxi, adalah saingan yang paling berat untuk urusan lingkup geografis – dan kekuatan pendanaaanya. Startup asal Malaysia ini mendapat pendanaan sebesar USD 250 juta (sekitar Rp3 triliun) di akhir tahun lalu dan merupakan sebuah rekor baru untuk startup Asia Tenggara; di bulan April, terungkap bahwa sebagian besar dari dana tersebut digunakan untuk membangun pusat riset dan pengembangan serta program perekrutan supir yang semakin mengukuhkan posisi mereka di Asia Tenggara.

Layanan Ola di India Sumber:Vikram Vetrivel
Di India, startup lokal Ola berekspansi secara agresif setelah mendapatkan investasi senilai ratusan juta dolar, serta menambah jumlah armada taksi, mobil pribadi, dan bahkan bajaj yang merupakan kendaraan khas di negara tersebut. Uber membalas di awal minggu ini dengan meluncurkan layanannya di tujuh kota baru di India, sehingga membuat total kota yang memiliki layanan Uber kini menjadi 18, terbanyak setelah negara asalnya sendiri, Amerika Serikat.
Sementara itu, di Jepang, aplikasi chatting Line mengawali tahunnya dengan meluncurkan layanan web barunya — Line Taxi. Awalnya, layanan ini hanya terbatas di Tokyo. Tapi sampai bulan April lalu, layanan ini sudah tersedia di lebih dari 90 kota di Jepang.

Layanan Line Taxi
Di sejumlah negara, seperti Jepang, Uber menggandeng layanan taksi berlisensi dan juga supir mobil pribadi. Uber menawarkan UberTaxi dan UberTaxiLux di Tokyo, melengkapi layanan UberBlack yang sudah ada sebelumnya.
2. Masalah di Korea
Selain saingan baru, Uber juga terkena banyak problem selama tahun 2015 ini. Masalah terburuk yang mereka alami di Asia terjadi di Korea Selatan. Di Bulan Mei, pemerintah Korea melarang supir mobil pribadi untuk beroperasi layaknya taxi, dan mengemukakan kekhawatiran akan Uber yang tidak memeriksa supir secara menyeluruh, gagal mendapatkan asuransi yang layak, dan memiliki nomor handphone dan kartu kredit yang bocor. Masalah tersebut mematikan layanan UberX, namun tidak mempengaruhi UberBlack.
CEO Uber Travis Kalanick akhirnya urung masuk ke negara ini untuk bernegosiasi karena dia sendiri sudah dua kali didakwa oleh kepolisian Seoul atas tuduhan melakukan bisnis ilegal. Kepala Uber Korea berusia 32 tahun tersebut ditahan oleh polisi beserta 27 orang lainnya di bulan Maret lalu. Kejadian tersebut nyaris tidak terduga karena terjadi hampir setahun setelah pihak berwenang di Seoul menyatakan niatnya untuk menggusur layanan web yang melibatkan mobil pribadi, dan menggantinya dengan aplikasi dari mereka sendiri.
3. Dijarah di China
Uber tidak bisa mengimbangi ketika harus bersaing di pasar yang paling penting di luar Amerika Serikat: China. Perusahaan ini mendapat masalah di tengah malam di tanggal 30 April ketika polisi merazia kantor Uber di kota Guangzhou di bagian selatan China. Seorang fotografer dari Guangzhou Daily ikut bersama kepolisian dalam aksi penjarahan tersebut.
Perusahaan ini dituduh menjalankan layanan transportasi ilegal di kota tersebut dengan menjalankan UberBlack, UberX, dan UberXL. Kantor Uber di Chengdu, provinsi Sichuan, juga dirazia oleh polisi beberapa hari setelahnya.Meski begitu, sejauh ini, Uber belum menerima tuntutan apapun.
4. Protes di China
Razia di China tersebut kemudian diikuti oleh protes menentang Uber yang cukup besar dan kadang anarkis awal bulan ini. Protes ini dipimpin oleh supir taxi resmi di beberapa kota. Namun yang menjadi incaran bukan hanya Uber — mereka juga menyerang aplikasi taxi lokal China, Didi Dache dan Kuaidi Dache.
Protes yang cukup keras dan besar di Guangzhou pada pertengahan bulan Juni membuat Uber harus mengirimkan pesan ke semua supirnya untuk menahan diri dan tidak reaktif. Di negara lain, Uber menyampaikan kepada para supirnya untuk berusaha melakukan protes untuk mengubah hukum yang ada. Tapi di China, Uber lebih memilih untuk tidak melawan — mungkin karena hukum di China yang cukup ketat untuk urusan kenyamanan warga, yang membuat kegiatan seperti protes dilarang.
5. Angka yang Mencurigakan. Diduga Penumpang Palsu?
Di tahun yang sulit ini, bahkan statistik pertumbuhan Uber pun tidak luput dari masalah. Beberapa minggu lalu, dokumen Uber yang diduga bocor memperlihatkan bahwa statistik terakhir terakhir Uber di China sekarang “sudah melakukan 1 juta perjalanan per harinya dan skala bisnis perusahaannya sudah berlipat ganda dibandingkan bulan lalu.”
Sayangnya, berita itu muncul beberapa hari setelah media lokal melaporkan bahwa beberapa supir Uber melakukan perjalanan palsu dengan akun penumpang palsu untuk mendapat bonus dari Uber. Di waktu yang kurang lebih sama, New York Times mengungkap bila metrik performa Uber di China yang jauh lebih rendah dari yang dilaporkan sebelumnya, yaitu 100.000 perjalanan per hari di China. Padahal surat Kalanick yang bocor memperlihatkan angka yang 10 kali lipat lebih besar.
6. Perlahan Kembali Beroperasi di India
Masalah yang dialami Uber di akhir tahun 2014 setelah insiden pemerkosaan penumpang wanita di Delhi, India, berlanjut di tahun 2015. Meskipun Uber tetap bisa melanjutkan layanannya di Delhi di akhir Januari setelah dilarang beroperasi selama sebulan, departemen transportasi Delhi memutuskan sebuah perubahan yang tidak biasa bagi perusahaan itu. Di bulan itu, Uber mengkonfirmasi bahwa mereka menarik keputusan protes mereka dan setuju untuk menjadi operator taksi resmi di kota tersebut.
Sebagai bagian dari langkah ini, Uber harus memasang alat pelacak berbasis GPS di kendaraan mereka, dan para supirnya harus mendapatkan lencana departemen transportasi dan akan diperlihatkan di mobil bersama dengan foto supir itu sendiri layaknya taxi biasa.
Di bulan Februari, dua bulan setelah insiden tersebut, [Uber akhirnya mulai melakukan penyaringan pengemudi secara komprehensif(https://www.techinasia.com/uber-to-audit-street-safety-in-delhi-bogota-nairobi/) di India. Supir Uber yang dituduh menyerang penumpangnya di bulan Desember lalu, Shiv Kumar Yadav, merupakan pemerkosa yang pernah dipenjara di tahun 2011 lalu.
7. Tekanan yang Terus-menerus di Indonesia
Perkembangan Uber di Indonesia juga tidak berjalan mulus. Minggu lalu, Gubernur Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama mengatakan bahwa Jakarta akan terus menangkap mobil yang dikemudikan oleh supir yang menjadi mitra Uber. “Jika Uber mendaftarkan perusahaannya dan membayar pajak, mereka bisa beroperasi di sini. Tapi jika tidak, kami akan terus menangkap mobil mereka,” katanya kepada media.
Pihak berwenang di Indonesia sendiri sejauh ini belum memperlihatkan adanya tindakan hukum yang menentang jasa transportasi mobil pribadi yang terhubung dengan sebuah aplikasi.
(Diterjemahkan oleh Yasser Paragian dan diedit oleh Pradipta Nugrahanto)
The post 7 Kendala Terbesar yang Dihadapi Uber di Asia Sepanjang Tahun 2015 appeared first on Tech in Asia Indonesia.