Di Asia Tenggara, tren model bisnis “Uber untuk semuanya” nampaknya sedang marak. Sebagian dari tren tersebut mungkin bermula dari berita tentang startup Magic di Amerika Serikat yang merupakan layanan yang bisa melakukan apapun untuk Anda hanya melalui permintaan SMS (selama permintaan itu legal tentunya).
Dari berita terakhir yang kami dengar, TechCrunch melaporkan bahwa Magic yang didukung oleh Y Combinator berhasil mendapat investasi sebesar [$12 juta (sekitar Rp159,7 miliar) dari Sequoia Capital dan memiliki valuasi sebesar [$40 juta (Rp532,3 miliar) (http://techcrunch.com/2015/03/26/sources-magic-is-raising-12m-from-sequoia-at-a-40m-valuation/). Kami merasa model bisnis Magic sangat cocok di Asia. Meskipun asumsi tersebut bisa berlaku untuk pasar di negara maju seperti China dan Jepang, namun untuk pasar Asia Tenggara, perlu dilakukan pendekatan yang lebih pragmatis. (Keterangan: Y Combinator juga berinvestasi di Tech in Asia. Baca halaman kode etik kami.)
Beberapa minggu terakhir ini, kita sudah melihat startup seperti Seekmi dan YesBoss muncul di Indonesia. YesBoss mencoba untuk melakukan hal yang sama dengan Magic — bertindak sebagai satu lapisan yang aman dan nyaman di antara pengguna dan penyedia jasa dengan cara mikro manajemen terhadap tiap pengalaman pengguna. Nilai layanannya bertambah dengan mencari informasi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul, sampai bahkan menangani hal yang kurang penting dengan tujuan membuat pengguna tetap tertarik. Taktik itu mungkin memang tidak bisa dikembangkan menjadi lebih besar, tapi selama ada nilai dan niat, di situ ada jalan untuk maju — mungkin dengan cara crowdsource asisten virtual.
Di sisi lain, Seekmi mengambil pendekatan yang lebih praktis dengan menghubungkan pengguna dengan penyedia jasa yang ada di dalam database mereka yang sudah dikurasi, sehingga pengguna tidak perlu melakukan langkah tambahan mengirimkan SMS. Co-Founder Seekmi Nayoko Wicaksono mengatakan bahwa startupnya terinspirasi dari Thumbtack di Amerika Serikat.
Di Vietnam, startup yang paling berhasil di ranah ini adalah Việc Nhà, sebuah aplikasi mobile layaknya Uber yang akan mengirimkan orang-orang seperti pembantu dan tukang ledeng ke rumah Anda. Model ini juga menarik perhatian entrepreneur Malaysia dan membuat munculnya startup seperti Kaodim dan ServisHero di negara tersebut. Keduanya akan bersaing langsung dengan Seekmi jika mereka memutuskan untuk melakukan ekspansi di Indonesia.
ServisHero mengklaim bahwa mereka akan segera masuk ke Indonesia. Karl Loo, CEO startup asal Kuala Lumpur tersebut, baru-baru ini mengatakan bahwa perusahaannya ingin meningkatkan kondisi industri jasa di Asia. Tapi sebelum pasar jasa on-demand di Asia Tenggara bisa dipercanggih secara keseluruhan, para pemain di sektor ini harus bisa mengatasi masalah yang ada di Indonesia.
Infrastruktur
Bagaimana sebuah penyedia jasa on-demand memastikan bahwa pelaku jasanya bisa menunaikan tugas tepat waktu di tempat yang memiliki kondisi lalu lintas yang sangat buruk? Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa perusahaan seperti Go-Jek dan GrabBike ada di saat yang tepat untuk mengatasi masalah layanan on-demand. Alasannya adalah karena masing-masing perusahaan sudah memiliki back-end untuk mengarahkan pesanan ke supir ojek. Back-end yang sama sebenarnya juga bisa diterapkan ke penyedia layanan lainnya. Jika penyedia jasa tidak bisa melewati lalu lintas yang macet, Go-Jek atau GrabBike bisa mengantarkan mereka ke pelanggan (karena motor yang gesit bisa melewati kemacetan dengan mudah). Go-Jek sendiri sudah menawarkan beberapa layanan instan dan Nadiem Makarim selaku founder terlihat jelas ingin memperbesar lingkup pasar perusahaannya.
Ada banyak masalah yang terjadi di Indonesia. Mulai dari kurangnya bisnis formal yang memiliki standar pelayanan, jam kerja yang tetap, dan tenaga kerja yang ahli adalah beberapa masalah besarnya. Beberapa minggu lalu, saya menggunakan YesBoss untuk mengantarkan dan memasang pintu di apartemen saya di Jakarta. Layanannya menghubungkan saya dengan “kontraktor independen” yang sebenarnya hanya seorang pria dan temannya yang mengaku sebagai tukang.
Mereka tidak mengenakan seragam, bahkan tidak punya kartu nama, meminta pembayaran di muka, menghilang seharian, lebih parahnya meminta bayaran lebih, kemudian hilang lagi selama sehari (dengan alasan lalu lintas terlalu macet sehingga mereka tidak bisa datang). Pada akhirnya, tugasnya baru selesai setelah seminggu dan saya tidak tahu apakah saya ditipu atau tidak. Mungkin mereka menipu saya sedikit, tapi saya tinggal di Jakarta dan itu bukanlah hal yang jarang terjadi. Secara keseluruhan, saya memuji YesBoss karena masalah saya teratasi. Tapi pelanggan yang lebih rewel mungkin akan langsung mengamuk jika layanan yang buruk seperti itu terjadi.
Masalah ini terjadi karena di Indonesia, jika Anda ingin sesuatu dengan harga yang murah, cara paling umum adalah menghubungi orang yang kenal dengan orang yang bisa melakukannya, dan itu merupakan sebuah proses yang tidak formal.
Sulitnya mencari staf teknis
Karl merasa bahwa ServisHero sudah mengatasi masalah kualitas berkat proses seleksi yang ketat dan juga fitur review yang ada di dalam aplikasinya. Tapi, di Indonesia, masalah barunya adalah merekrut. “Tantangan terbesar dalam menjalankan bisnis “Uber untuk… “ di Asia Tenggara adalah kurangnya pengembang mobile lokal yang bisa mengembangkan dan meningkatkan — dan dengan cepat menyesuaikan — teknologi layanan Anda,” katanya.
Karena alasan itu, Karl dan ServisHero mencari staf teknis mereka dengan cara outsource dari San Francisco, yang mungkin merupakan langkah yang pintar. Tapi Anda mungkin juga berpendapat bahwa apapun yang ingin dia lakukan dengan proyek ServisHero di Indonesia, dia mungkin harus sering menunggu hingga 15 jam agar tim di Amerika ini mulai mengerjakannya.
Karl menambahkan bahwa selain masalah SDM lokal, pengenalan dari pihak penyedia dan pemahaman umum terhadap aplikasi mobile juga masih terbilang baru di Indonesia. Selain itu, ia juga melihat fakta bahwa kondisi negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan membuat konsistensi layanan seperti ini sangatlah sulit dijaga. Ini berarti perusahaan seperti Seekmi dan ServisHero perlu menginvestasikan sumber daya yang cukup besar untuk mengedukasi dan melatih penyedia jasa di Indonesia.
Tapi meskipun begitu, ia yakin bahwa startup-nya dan startup sejenis lainnya adalah model yang tepat untuk wilayah ini:
Kami merasa bahwa teknologi kami akan mengambil peranan besar dalam meningkatkan kualitas jasa di pasar berkembang — misalnya, solusi mobile kami memungkinkan penyuplai untuk memilih pekerjaan berdasarkan lokasi geografis pelanggannya — Ini akan menghasilkan perencanaan rute yang lebih baik bagi penyedia jasa yang merupakan hal yang penting untuk negara dengan kondisi lalu lintas yang buruk seperti ini.
Kabar baiknya, Anda bisa melegenda dengan memenangkan pasar Indonesia
Membangun dan menjalankan platform on-demand seperti Seekmi atau ServisHero adalah sebuah langkah yang sangat disruptif di
pasar terbesar di Asia Tenggara ini. Beberapa orang bahkan merasa ini penting untuk mendukung ekonomi Indonesia yang konsumtif. Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan pendapatan per tahun Indonesia naik sekitar enam persen tiap tahunnya. Tapi para analis mengatakan bahwa pertumbuhan itu mulai stagnan belakangan ini.
Meski begitu, jika dilihat secara keseluruhan, menurut McKinsey and Company, negara ini memegang peranan 40 persen dari pertumbuhan ASEAN di tahun 2030, dengan lebih dari 90 juta konsumen kelas menengah. Mereka yang berada di lapisan inilah yang membutuhkan layanan seperti mekanik, pembantu, dan tukang kebun.
Karl mengklaim bahwa dia sangat tertarik dengan semua masalah di Jakarta. “Karena infrastruktur yang belum rapi, beberapa teknologi dasar bisa digunakan berbarengan dengan teknologi smartphone. Ini bisa berarti bahwa pemesanan jasa bisa dilakukan melalui SMS atau telepon dan juga aplikasi”, katanya. Bagi Karl, tantangan seperti inilah yang menjadi sebuah kesempatan yang tidak terlihat.
(Diterjemahkan oleh Yasser Paragian dan diedit oleh Pradipta Nugrahanto; sumber gambar Marks Karochin)
The post Mengapa Indonesia adalah Pasar yang Sangat Sulit bagi Startup On-Demand appeared first on Tech in Asia Indonesia.