Apa yang terbayang di pikiran Anda saat mendengar kata ternak ikan? Pelet, kolam, dan beragam jenis ikan? Bagi seorang Gibran Chuzaefah Amsi El Farizy, yang tak lain merupakan Founder eFishery, ternak ikan memberinya inspirasi untuk mengintegrasikan ranah agrobisnis dengan sentuhan teknologi. Lalu seperti apa perjalanan pria muda ini di ranah entrepreneur? Simak penuturannya kepada Tech in Asia.
”Tingkat dua, stop minta sama orang tua”
Bila kebanyakan mahasiswa masih mengandalkan uang saku dari orang tua, maka lain halnya dengan Gibran. Ia memutuskan untuk mencoba mandiri sejak awal duduk di bangku kuliah. “Saya ingat itu (kuliah) tingkat dua, dan memutuskan untuk tidak lagi meminta uang saku pada orang tua dan dari sana memutar otak untuk menyambung hidup,” ujar Gibran membuka percakapan. Alih-alih bekerja dengan orang lain, pria lulusan Institut Teknologi Bandung ini memutuskan untuk membuka bisnis sendiri, “Ya bisa dibilang kurang lebihnya dulu saya mahasiswa kere sebelum jadi entrepreneur,” ujarnya membuka percakapan.
Mengenai ranah agrikultur yang dipilihnya, Gibran memiliki alasan tersendiri. Cita-cita terpendamnya adalah memajukan sektor pangan Indonesia. “Potensinya besar tapi tidak berkembang,” ujarnya. Dari sana Gibran sadar bila untuk bisa memajukan ranah ini, perlu adanya sentuhan teknologi.
Perjalanan Gibran menjadi entrepreneur jelas tidak mulus. Beberapa kali ia gagal di bisnis sebelumnya, dan sempat rugi secara finansial dalam jumlah yang tidak sedikit. “Puluhan juta untuk ukuran mahasiswa tingkat tiga jelas angka yang banyak, saya juga harus dimaki klien, ditinggal karyawan sudah pernah dirasakan,” bebernya.
”Mayat” dalam kontrakan
eFishery boleh jadi merupakan startup teknologi pertama dalam perjalanan Gibran menjadi entrepreneur, namun sebelumnya ia mempelajari seluk beluk agrobisnis dengan terjun langsung menjadi peternak lele, makelar sayur, bisnis kuliner sampai budidaya cacing. Bagaimanapun, dari sekian banyak bisnis yang ditekuni tersebut, ada satu kenangan yang menurutnya tidak terlupakan.
Saat masih duduk di bangku kuliah, Gibran memutuskan untuk menjalankan bisnis ternak cacing. Namun siapa sangka bisnis rintisannya ini tidak hanya menambah isi dompetnya sebagai mahasiswa, namun juga membuatnya nyaris tidak punya tempat tinggal.
Saya sempat ngontrak rumah di dekat kampus untuk tempat produksi cacingnya. Nah, karena cacing ini makannya sampah organik sisa-sisa restoran atau pasar tradisional, dulu sempet ada kasus. Jadi di satu hari, waktu saya di kelas, saya sempat dihubungi pemilik kontrakan dengan nada marah-marah, diminta datang ke kontrakan itu. Pas saya di depan kontrakan, ternyata warga sekitar udah kumpul di depan, dan tampangnya udah kaya mau mukulin orang. Saya kaget kan, kenapa mereka marah-marah. Eh, itu gara-gara saya dituduh nyimpen mayat di kontrakan, soalnya bau busuk kecium dari jauh. Pas ditelusuri lebih lanjut, ternyata sampah buat makanan cacing saya pada busuk dimakan belatung karena karyawan saya udah 2 minggu kabur. Besoknya, saya diusir dari kontrakan itu.
Antara Steve Jobs dan Jack Ma
Bicara soal entrepreneur, jelas tidak lengkap bila tidak membahas inspirator. Di ranah bisnis teknologi, Gibran mengaku terinspirasi Steve Jobs dan Jack Ma. Dua tokoh ini dinilainya memiliki kemiripan. “Latar belakangnya hampir sama, cara mengurus bisnisnya, dan juga drama kehidupan keduanya sama-sama menarik,” jelasnya. Lebih dari itu Gibran menilai Steve Jobs dan Jack Ma adalah sosok yang mampu mengartikulasikan perjalanan hidup mereka dalam kalimat yang mendalam dan sederhana.
Mereka bukan cuma walk the talk, tapi juga talk the walk. Mungkin banyak tokoh lain yang bisa jadi lebih hebat dan berdampak, tapi karena nggak ada yang bisa menyampaikan ide dan pengalamannya dalam kata yang menyentuh dan mencerahkan seperti mereka, saya jadi nggak terlalu terinspirasi.
Masih soal Jobs, Gibran yang merupakan penggemar The Beatles ini juga mengaku menggemari sosok orang nomor satu di belakang Apple itu karena Steve juga menggemari musisi yang sama. “Dalam sebuah wawancaranya Jobs sempat berkata: ‘I think of most things in life as either a Bob Dylan or a Beatles song’. “
Waktu luang dan hobi
Gibran mengaku banyak menghabiskan waktu luangnya untuk menonton film, TV seri, travelling, atau sekadar bermain game dan jalan-jalan dengan istrinya. Selain itu, tentunya Gibran juga menyempatkan diri untuk mencari referensi bacaan. “Saat ini sedang baca A Path Appears: Transforming Lives, Creating Opportunity, karya Nicholas Kristoff & Sheryl WuDunn. Buku ini menarik karena di dalamnya terdapat bahasan mengenai orang atau institusi yang melakukan tindakan positif, mengubah hidup orang banyak, dan membuka peluang di sekitarnya,” ujar Gibran.
Sementara untuk musik, selain The Beatles, Gibran juga penggemar karya-karya musisi lawas seperti Bon Jovi dan Led Zeppelin. “Lagu jadul liriknya indah, banyak hal yang bisa dipetik untuk pelajaran hidup. Sementara kebanyakan lagu zaman sekarang tidak jelas,” tambahnya.
Gibran yang selalu mengawali harinya dengan minum kopi sembari membaca beragam artikel bisnis ini juga kerap menonton film. “Belum lama ini saya nonton It Follows, film horor independen dari Amerika Serikat. Pas dengan suasana malam Jumat kala itu,” sambungnya.
Takut mengejar hal yang salah
Seperti juga pelaku entrepreneur lain, kesalahan adalah hal yang tidak mengenakkan, bahkan menakutkan. Bagi Gibran, satu hal yang membuat ia takut adalah ketika mengejar hal yang salah. “Misalnya, ketika saya hanya fokus mengejar kekayaan saja, padahal tujuan saya mendirikan bisnis adalah menebar manfaat bagi banyak orang. Kehilangan visi dan jati diri adalah hal yang lebih menakutkan dari sekadar gagal dan rugi,” jelasnya. “Lebih parah lagi bila saat itu saya sadar, sudah terlambat untuk memperbaikinya,” imbuh Gibran.
Untuk mencegah dirinya terjebak dalam situasi tersebut, Gibran memiliki jurus jitu. “Evaluasi dan refleksi adalah kuncinya. Saya kerap bertanya pada diri sendiri, apakah saya sudah berjalan di jalur yang semestinya? Are we heading towards the right way?”
Kepada pelaku startup baru, Gibran menitipkan pesan yang dikutipnya dari Viktor Frankl:
I want you to listen to what your conscience commands you to do and go on to carry it out to the best of your knowledge. Then you will live to see that in the long run — in the long run, I say — success will follow you precisely because you had forgotten to think of it.
(Diedit oleh Lina Noviandari; sumber gambar SalmanITB.com)
The post Founder Stories eFishery: Dari “Mayat” dan Ulat, hingga Teknologi Pakan Ikan appeared first on Tech in Asia Indonesia.