Joseph Aditya (foto di atas) merupakan Founder dan CEO dari Ralali. Startup ini sedang hangat diperbincangkan, karena baru saja mendapat pendanaan seri A sebesar $2,5 juta (sekitar Rp33 miliar) dari Beenos Plaza dan CyberAgent Ventures.
Ralali merupakan marketplace B2B untuk peralatan berat MRO (maintenance, repair, and operational). Di situs ini Anda dapat menemukan beberapa kategori, yakni Otomotif, Generator, Peralatan Mesin, Alat Konstruksi, Produk Sanitasi, dan lainnya. Misi Joseph adalah mendorong peningkatan penjualan produk lokal, dan juga mempercepat proses pengadaan barang.
“Ketika Ralali baru berdiri, kami menyebut usaha ini sebagai pasar e-commerce untuk alat industri agar tidak susah menjelaskan kepada publik,” ujar Joseph. “Kami bahkan menggunakan kata ‘peralatan industri’ di kartu nama dan banyak hal. […] Namun apa yang kami lakukan sebenarnya adalah perusahaan B2B yang membantu percepatan proses pengadaan alat MRO ke konsumen.”
Perlahan meraih posisi puncak
Setelah mengenyam pendidikan selama 10 tahun di Australia, Joseph kembali ke Jakarta. Ia lalu bekerja sebagai sales representative di perusahaan lokal bernama Tridinamika Jaya Instrument, yang fokus pada bisnis peralatan uji dan pengukuran untuk industri. Setelah delapan tahun, ia berkesempatan menjadi managing director di sana. Di waktu yang hampir bersamaan, perusahaan ini nyaris bangkrut. Banyak pemegang saham menjual sahamnya dan memilih untuk pensiun.
Joseph lalu melihat hal ini sebagai kesempatan, bukan hanya mengubah perusahaan, namun juga memiliki keseluruhan saham. Akhirnya, ia dapat mencapai keduanya, menjadi pemilik utama dari Tridinamika Jaya Instrument. Dengan pengalaman lebih dari satu dekade dan jaringan profesional yang luas, akhirnya ia meluncurkan Ralali di Januari 2013.
Menurut Joseph, proses pengadaan barang bagi industri besar yang mencari peralatan seperti safety gear dan peralatan listrik dalam jumlah besar bukan lahan yang “subur”. Pertama perusahaan mengutus seseorang untuk mencari tiga vendor berbeda yang menjual produk serupa dengan banyak perbandingan. Lalu, mereka harus mendapat persetujuan dari atasan, negosiasi harga, mengumpulkan berbagai invoice, dan akhirnya transaksi dapat terjalin.
“Satu transaksi saja dapat berlangsung sangat lama,” tambahnya. “Namun jika Anda harus membeli 100 produk berbeda untuk perusahaan Anda, berarti Anda harus berurusan dengan 300 vendor berbeda […] Selain itu di Indonesia, perusahaan besar dan membutuhkan peralatan MRO tidak selalu mendapat harga terbaik […] Masih terdapat banyak peluang korupsi yang bisa dilakukan vendor, sehinggat tidak mengherankan bila ada banyak calo dalam proses pengadaan barang.”
Melalui Ralali, pelaku bisnis dapat terhindar dari melakukan transaksi dengan para calo pengadaan produk MRO. Seperti marketplace e-commerce, harga akan ditampilkan secara transparan di situs, dan bila pembeli memilih vendor berbeda untuk sejumlah produk, mereka tidak harus meminta invoice dari masing-masing perusahaan.
“Satu hal penting yang harus dihilangkan adalah proses birokrasi yang berbelit-belit,” jelas Joseph. “Jika staf pengadaan barang membeli melalui Ralali, pembeli meraih satu invoice dengan pilihan harga dari perusahaan berbeda […] Melalui cara ini, Ralali memiliki dua bisnis model, bukan hanya menjadi marketplace tapi juga cara perusahaan dalam pengadaan stok barang.”
Mengubah strategi monetisasi
Saat Joseph memulai Ralali, ia mengaku tidak memahami proses dari VC. “Saya berpikir cara mendapat dana tambahan dengan pergi ke bank dan mengajukan pinjaman. Cara kerja VC benar-benar mengejutkan saya,” katanya sambil menambahkan bahwa Ralali mengambil biaya sebesar lima hingga 16 persen dari tiap transaksi. Dia mengatakan total keuntungan Ralali bergantung pada besarnya nilai transaksi di situs.
Hal ini menarik karena banyak VC akan memberi tahu Anda bahwa keuntungan di dunia e-commerce berarti berhenti tumbuh. Investor kini biasanya tidak mencari dividen secara berkala dari para startup, melainkan, menaikkan basis pengguna dan berpotensi memberikan nilai exit yang besar dari perusahaan. Ini juga berarti tidak mendapat apapun dari biaya transaksi hingga tahap selanjutnya.
Hingga saat ini, Joseph belum menemukan cara menaikkan basis jumlah pengguna. Namun ia berkeinginan menekan biaya transaksi di Ralali untuk menarik pengguna baru. Di Indonesia, sejumlahe-commerce seperti Traveloka dan Tokopedia belum lama melakukan valuasi dengan nilai $1 juta (sekitar Rp1,3 triliun) atau bahkan lebih. Hal ini bisa terjadi karena strategi monetisasi mereka masih relevan.
Joseph memperkirakan bahwa pasar MRO di Indonesia dapat menghasilkan nilai transaksi hingga $60 miliar (sekitar Rp800 triliun). Ia mendapat angka ini dengan data yang diperoleh di Jepang dan India, yang memiliki nilai pasar masing-masing sebesar $45 miliar (Rp600 triliun) dan $50 miliar (Rp666 triliun). Meskipun populasi berkembang cepat, hal ini sejalan dengan pertumbuhan pasar peralatan MRO di tahun lalu. Menurut Joseph, kalkulasi tersebut didapat dari jumlah transaksi MRO per kuartal dikali harga pasar minimum senilai $250 (Rp3,3 juta), untuk nantinya dikalikan dengan empat kuartal finansial di tahun itu.
Joseph mengatakan, investor baru asal Jepang ini tertarikd engan Ralali karena mereka telah melihat kesuksesan serupa di Jepang. Di tahap ini, jumlah transaksi per bulan Ralali pelan-pelan naik di kisaran $120.000 (Rp1,6 miliar) sampai $200.000 (Rp2,6 miliar).
“Dalam hal jumlah transaksi bulanan, Ralali berharap untuk tumbuh sebesar lima kali di tahun depan,” kata Aditya. “Saya cukup optimis, Ralali dapat mengambil pangsa pasar 20 persen dari bisnis MRO di Indonesia dalam tiga sampai lima tahun ke depan.”
(Diterjemahkan oleh Elfa Putri dan diedit oleh Pradipta Nugrahanto)
The post Cerita CEO dan Founder Ralali Joseph Aditya Usai Mendapat Pendanaan appeared first on Tech in Asia Indonesia.