Co-Founder dan CEO Ardent Capital, Adrian Vanzyl, mengatakan bahwa setengah dari investasi yang diperoleh aCommerce senilai $5 juta (sekitar Rp66 miliar) berasal dari Ardent.
“Kami sangat percaya terhadap masa depan bisnis ini, kami mendanainya lagi,” kata Adrian kepada Tech in Asia dalam sebuah wawancara. “Pertumbuhan pasar di Indonesia melampaui harapan kami, yang merupakan hal yang baik. Tapi itu juga berarti kami perlu berkembang lebih cepat daripada yang kami rencanakan. […] Uang tersebut akan digunakan untuk menambah lebih banyak staf, infrastruktur, dan teknologi ”
Jika Anda pemerhati berita teknologi di Indonesia, Anda mungkin sudah familier dengan aCommerce – salah satu startup penyedia berbagai layanan bagi e-commerce terbesar di Asia Tenggara. Bagaimanapun, Anda mungkin kurang familier dengan Ardent Capital dan bagaimana perusahaan ini melahirkan aCommerce kurang dari dua tahun yang lalu melalui Ardent Labs.
“Kami percaya, dan data internal kami mendukung keyakinan ini, bahwa Indonesia akan menjadi pasar e-commerce terbesar di Asia Tenggara pada akhir tahun ini,” tegas Adrian. “Kami membuat kesimpulan tersebut sekitar setahun yang lalu.”
Sejarah singkat
Adrian telah berkecimpung di ranah bisnis berbasis internet selama lebih dari 20 tahun. Ia memulai karirnya sebagai teknisi dan CTO di dua perusahaan Silicon Valley yang melakukan IPO dengan valuasi miliaran Dolar. Ia menambahkan bahwa dirinya juga terlibat langsung pada penjualan sebuah perusahaan yang enggan disebutkan namanya ke Microsoft dengan nilai $260 juta (sekitar Rp3,43 triliun). Dari sana, karir Adrian bergeser ke ranah investasi. Ia lalu bekerja untuk lebih dari satu dekade di Blumberg Capital, perusahaan VC tahap awal di San Francisco. Sekitar delapan tahun lalu, Adrian berkenalan dengan Paul Srivorakul dan Piers Bennett, yang saat ini juga menjadi co-founder Ardent Capital.
Adrian mengatakan, “Saya membantu mereka dengan Admax, yang tumbuh menjadi jaringan iklan terbesar di Asia Tenggara, dan dijual kepada Komli.” Kini, Paul dan Piers masing-masing menjabat sebagai Group CEO dan CFO aCommerce. Ardent Capital mengklaim hingga kini pihaknya telah membuat 15 investasi di tujuh negara. “Kami memiliki model hybrid yang sangat menarik untuk Ardent: Ardent Capital and Ardent Labs,” ujar Adrian.
Strategi investasi
Menurut Adrian, Ardent Capital merupakan lengan investasi tradisional yang memburu entrepreneur potensial. Perusahaan tersebut memberikan pendanaan tahap awal dan seri A, serta mengambil saham minoritas – biasanya untuk nilai pendanaan sekitar $200.000 (sekitar Rp2,64 miliar) hingga $400.000 (sekitar Rp5,28 miliar). Adrian mengatakan bahwa Ardent Capital mendukung startup yang diinvestasi, namun memastikan diri untuk tidak ikut campur terlalu dalam.
Ada perbedaan besar antara Ardent Capital dan Ardent Labs. “Ardent Labs tidak seperti inkubator lain, jika dibandingkan dengan [misalnya] Y Combinator atau Techstars,” kata Adrian. “Entrepreneur biasanya tidak bisa langsung melakukan pitching dan bergabung dengan ‘program’ kami.” Sebaliknya, kami merekrut orang, dan kami mulai sebagai pemilik mayoritas.” Menurut Adrian, jika sebuah proyek berada di bawah naungan Ardent Labs, maka proyek tersebut akan dibiayai sepenuhnya dengan pendanaan berkisar antara $3 juta (sekitar Rp39,60 miliar) hingga $5 juta (sekitar Rp66 miliar).
Ardent Labs telah beroperasi di Jakarta untuk beberapa waktu. Adrian mengatakan bahwa jika lengan bisnis ini berhasil, rasanya akan menarik perhatian. Pertama, Ardent memasuki pasar baru dan menyelenggarakan program “Labs”. Kemudian, beberapa ide diuji dengan satu tim besar yang tersebar di berbagai proyek. Metodologi Lean Startup pun diterapkan di sini. Setelah itu, jika produk tersebut cocok dengan pasar, Ardent akan berinvestasi lebih kepada proyek yang berhasil. Hal ini dikarenakan tim yang besar membutuhkan lebih banyak dana. Lebih lanjut ia menjelaskan:
Yang menarik adalah bahwa jika ada proyek yang berhasil, maka semua orang ingin ikut ambil bagian, dan setelah itu tidak ada Labs yang tersisa. Inilah yang terjadi dengan aCommerce dan Moxy. Kami tidak lagi memiliki bisnis Labs di Thailand, karena semua pihak sudah bergabung dengan proyek yang berhasil. Hal ini juga mungkin akan terjadi di Indonesia. Labs, yang sudah ada beberapa bulan lalu, nantinya tidak akan ada lagi.
Mengembangkan dari awal
Adrian mengkonfirmasi bahwa Bizzy, salah satu perusahaan yang saat ini sedang diuji di Ardent Labs di Indonesia, memberikan kesempatan yang begitu besar sehingga banyak tim Labs yang telah bergeser menjadi karyawan full-time di perusahaan tersebut. Bizzy menyediakan perlengkapan kantor yang melayani pembelian massal dan pembelian ulang. Perusahaan tersebut ingin menjadi toko online perlengkapan kantor terbesar di Indonesia, dan menyediakan segala macam barang mulai dari alat tulis dan peralatan pembersihnya, perlengkapan pantry kantor, sampai perlengkapan IT.
Selain aCommerce dan Bizzy, Ardent Labs juga mendirikan dua perusahaan lain di Indonesia: Moxy dan Snapcart.
Moxy (berada di bawah naungan WhatsNew milik Ardent) adalah e-commerce B2C lifestyle yang menargetkan wanita. Menurut Adrian, perusahaan tersebut sudah beroperasi dengan baik di Thailand, dan “saat ini tengah diluncurkan di Indonesia.” Ia menambahkan bahwa “Moxy memiliki lebih dari 50 staf, ribuan SKU, dan tengah berkembang pesat.” Moxy didirikan di Ardent Labs dan dan masih sepenuhnya didanai oleh Ardent. Adrian mengklaim bahwa Ardent telah mengucurkan beberapa juta Dolar pada perusahaan tersebut.
Snapcart adalah aplikasi mobile yang ingin memberikan pengalaman berbelanja yang berbeda di Indonesia dengan memberikan penawaran cash back. Pengguna diharuskan mengambil gambar struk belanja mereka untuk mendapatkan penawaran tersebut.
Menguatkan posisi di Indonesia
Adrian mengatakan bahwa saat ini Ardent memiliki dua kantor di Jakarta. Kantor yang dipakai Ardent Labs saat ini akan segera berubah menjadi ruang kerja untuk Bizzy dan Snapcart. Adrian mengatakan, “Jadi apa yang selanjutnya akan kami lakukan? Kami akan terus mendanai proyek yang berhasil, dan mengembangkannya sampai mereka mendapat seri A dan B. […] Ketika mereka nanti sepenuhnya independen, kami akan memulai kembali program Labs. Siklus ini akan terus berulang. Kami berharap bisa melakukannya secara konsisten. ”
Ardent boleh jadi sudah memiliki posisi yang kuat di Indonesia. aCommerce miliknya sudah menjadi partner bagi beberapa e-commerce terbesar di negara ini, termasuk MatahariMall milik Lippo Group. Selain itu, Ardent juga menjalin kerjasama dengan Sinarmas. Menurut Adrian, perusahaan besar tersebut tidak hanya sebatas memberikan dana kepada Ardent, tapi juga “segala sesuatu yang lain”. Termasuk di dalamnya ruang kantor, dukungan dari anak perusahaan Sinarmas, dan tentunya dukungan terkait urusan legal.
Terkait “perang” e-commerce di Indonesia, Adrian percaya pihaknya memiliki posisi yang menguntungkan. Ia mengatakan:
Kami ingin e-commerce tumbuh, untuk semua pihak. Itu berarti kami mendukung seluruh ekosistem, termasuk perusahaan-perusahaan yang mungkin menjadi pesaing langsung satu sama lain. aCommerce ingin bisa meniru kesuksesan Swiss di platform e-commerce.
(Diterjemahkan oleh Lina Noviandari dan diedit oleh Pradipta Nugrahanto)
The post CEO Ardent Capital Berbicara Tentang Rencana dan Strategi Investasi Perusahaannya di Indonesia appeared first on Tech in Asia Indonesia.