Bereksperimen dengan sebuah properti intelektual yang sudah cukup populer jelas merupakan suatu hal yang riskan, apalagi jika kita tengah membicarakan soal properti intelektual yang bernilai jutaan dolar. Tapi eksperimen-eksperimen ini jelas tetap diperlukan, entah dengan alasan mengurangi kejenuhan pasar, ataupun untuk mencoba peruntungan tersendiri. Hal inilah yang belum lama ini dilakukan oleh Ubisoft kepada salah satu seri paling populer mereka, Assassin’s Creed.
Pertama kali direncanakan sebagai salah satu bagian Season Pass dari Assassin’s Creed Unity, Assassin’s Creed Chronicles malah muncul sebagai seri mini tersendiri. Berbeda dengan seri utama Assassin’s Creed yang memiliki grafis 3D dan dunia yang cukup bebas untuk dijelajahi, seri Assassin’s Creed Chronicles hadir dengan grafis unik dan gameplay platformer 2,5D yang menantang.
Seri ini terbagi ke tiga game, yaitu China, India, dan Russia yang masing-masing memiliki gaya gambar unik sesuai dengan cerita dan latar game. Karakter yang diperkenalkan pun merupakan para Assassin yang sebelumnya sempat muncul di animasi pendek atau komik Assassin’s Creed.
Pada kesempatan ini saya akan membahas tentang Assassin’s Creed Chronicles: China. Game pertama dari seri Assassin’s Creed Chronicles ini memiliki grafis unik layaknya lukisan-lukisan klasik dari negeri tersebut. Di sini kamu akan berperan sebagai Shao Jun, seorang Assassin wanita yang sempat muncul di animasi Assassin’s Creed Embers untuk meminta dilatih oleh Master Assassin favorit dari seri ini, Ezio Auditore Da Firenze.
Kira-kira bagaimanakah sepak terjang Shao Jun yang melanjutkan kisah balas dendamnya dari animasi pendek ke sebuah game dengan gameplay yang melawan arus umum seri Assassin’s Creed? Temukan jawabannya di bawah.
Lebih Dari Dua Dimensi
Mendeskripsikan Assassin’s Creed Chronicles: China sebagai game bergrafis 2,5D saya rasa merupakan definisi yang tepat. Kamu akan disajikan dengan gameplay layaknya sebuah platformer 2D, namun dengan model karakter dan lingkungan 3D. Hal ini memberikan efek dinamis tersendiri yang mirip seperti efek yang terdapat di game fighting 2D seperti Street Fighter IV.
Untuk urusan gameplay sendiri, ada satu game yang langsung terbesit di pikiran saya ketika memainkan Assassin’s Creed Chronicles, yaitu Mark of the Ninja. Game indie besutan Klei Entertainment tersebut memiliki gaya bermain yang mengizinkan kamu untuk beraksi sebagai ninja yang mengendap-endap dalam sebuah dunia 2D yang digambar dengan indah. Hal itulah yang juga akan kamu lakukan dalam Assassin’s Creed Chronicles.
Sebagai Shao Jun, kamu harus berhadapan dengan para pasukan Templar yang berkeliaran menjaga level. Di setiap poin, kamu bisa memilih mau melewati para penjaga dengan cara mengendap-endap tanpa ketahuan sama sekali layaknya bayangan, mengendap-endap sambil membunuhi para penghadang layaknya yang biasa dilakukan pembunuh, atau bermain cukup brutal dengan menghadapi para musuh dengan menggunakan pedangmu.
Meskipun diberikan sedikit kebebasan, tidak bisa dipungkiri game ini jelas lebih mengharapkan kamu untuk beraksi secara diam-diam. Hal ini ditunjukkan dari betapa rentannya Shao Jun terhadap serangan musuh. Bermain dengan cara brutal tidak saja memberikan poin akhir setiap level yang lebih rendah, tapi juga merupakan pengalaman yang amat sulit untuk dilakukan.
Untungnya game ini memberikan cukup banyak variasi bagaimana kamu melewati tantangan yang ada. Level telah didesain dengan sedemikian rupa hingga pengalaman bermain kamu dijamin akan cukup unik dan bervariasi. Mau mengendap-endap dengan cara bergelantungan di pinggir tembok, mengumpet di lorong-lorong gelap dan gorden, atau bahkan dengan cara memanjat atap sekalipun. Meskipun harus diakui setelah beberapa jam bermain, kebebasan yang diberikan ini semakin terasa seperti kebebasan semu, tapi tetap saja ini merupakan elemen gameplay menarik yang terdapat di Assassin’s Creed Chronicles: China.
Menari Dengan Pedang
Satu hal yang cukup membuat saya terkejut adalah bagusnya gameplay pertarungan yang ada di Assassin’s Creed Chronicles: China. Biasanya seri utama Assassin’s Creed memiliki gameplay pertarungan yang cukup membosankan, meskipun hal ini telah diperbaiki di Assassin’s Creed Unity (yang ironisnya mengalami penurunan di hal lain selain pertarungan). Dalam Assassin’s Creed Chronicles: China, kamu tidak bisa seenaknya saja menunggu waktu untuk melakukan konter. Timing yang tepat untuk menyerang, bertahan, dan berpindah posisi harus kamu perhatikan dengan baik di sini.
Gerakan-gerakan yang bisa Shao Jun lakukan di sini terdiri dari menyerang cepat, menyerang kuat (namun lebih lambat), menangkis, menghindar dari panah, dan masih banyak lagi. Mencoba menyerang dengan membabi buta dijamin akan membuat karaktermu mati dalam hitungan detik. Tidak hanya timing yang tepat, jenis serangan yang kamu lancarkan pun harus disesuaikan dengan musuh yang sedang dilawan. Ada penjaga yang membawa perlengkapan seadanya, ada yang membawa tombak, ada yang membawa panah, tameng, dan lain-lain. Tidak semua musuh bisa diperlakukan dengan cara yang sama.
Sayangnya elemen gameplay berkualitas ini sering kali tertutup oleh fakta bahwa kamu lebih dipaksa untuk melakukan aksi mengendap-endap daripada bertarung langsung. Meskipun kamu tidak bertarung asal-asalan, menantang musuh secara langsung kemungkinan akan berakhir dengan kematian Shao Jun. Daya serang yang dimiliki musuh sangatlah besar, sedangkan daya tahan yang dimiliki Shao Jun sangatlah kecil.
Lukisan Eksperimental
Dari pertama kali game ini diumumkan, satu hal paling menarik yang langsung terlihat adalah arahan visual yang dimiliki. Assassin’s Creed Chronicles: China menyajikan kamu dengan sebuah petualangan layaknya lukisan tradisional dari negeri Cina. Kualitas grafis yang unik ini mengingatkan saya dengan berbagai game Ubisoft lainnya yang dibuat menggunakan engine UbiArt seperti Child of Light, Valiant Hearts, dan Rayman Legends walaupun Assassin’s Creed Chronicles: China tidak dibuat menggunakan UbiArt melainkan dengan menggunakan Unreal Engine 3.
Indahnya kualitas grafis dalam Assassin’s Creed Chronicles: China cukup sulit diungkapkan dengan kata-kata. Animasi yang dimiliki Shao Jun ketika berakrobat atau bertarung, dipadu dengan gaya goresan kuas digital dengan palet warna menarik membuat pengalaman bermain game ini begitu berkesan. Gaya lukisan yang digunakan untuk menyampaikan cerita pun juga dibuat dengan keren meskipun tampak simpel. Yang jelas, memainkan Assassin’s Creed Chronicles: China membuat saya sangat sering menekan tombol untuk menyimpan screenshot demi mengabadikan keindahan yang ada.
Hanya satu hal yang cukup mengganggu grafis super indah ini yaitu ramainya antarmuka (user interface) yang ada di layar. Sebetulnya tampilan antarmuka ini tidaklah terlalu buruk, tapi jika dibandingkan dengan indahnya visual dalam game, rasanya sedikit tidak seimbang saja. Ramainya antarmuka ini juga sangat mengganggu ketika saya ingin mengambil screenshot dari game yang tampak seperti lukisan hidup ini.
Kesimpulan
Tidak banyak lagi yang bisa saya katakan mengenai Assassin’s Creed Chronicles: China. Meskipun memiliki beberapa kekurangan minor dan cerita yang kurang menarik untuk diikuti, tapi melihat dari harga yang ditawarkan untuk pengalaman yang disajikan, Assassin’s Creed Chronicles: China jelas merupakan sebuah game dengan kualitas di atas rata-rata. Bagi saya eksperimen yang dilakukan oleh Ubisoft ini sangatlah menarik dan perlu lebih sering lagi dilakukan.
Hanya dengan uang kurang lebih Rp100.000 saja, kamu akan disajikan dengan sebuah game yang memiliki gameplay menarik, grafis luar biasa, dan waktu bermain lumayan lama yang terbentang di dua belas level dengan berbagai objektif sampingan yang membuatnya menarik untuk dimainkan lebih dari sekali. Sekarang saya jelas sangat berharap Ubisoft mau bereksperimen dengan lebih unik dan lebih sering lagi melalui seri Assassin’s Creed.
PlayStation Store (Asia): Assassin’s Creed Chronicles: China, Rp104.000
PlayStation Store (US): Assassin’s Creed Chronicles: China, $9,99 (sekitar Rp132.000)
Xbox Store: Assassin’s Creed Chronicles: China, $9,99 (sekitar Rp132.000)
The post Review Assassin’s Creed Chronicles: China – Seni Membunuh appeared first on Tech in Asia Indonesia.