Minggu ini saya kembali lagi setelah minggu lalu segmen Artistalk tidak bisa muncul seperti biasa karena satu dan lain hal. Untuk membayar keabsenan minggu lalu, minggu ini saya akan mengenalkan kamu kepada seniman berbakat yang belum lama ini bersama dengan kawan-kawannya merilis game yang sangat keren berjudul Almightree. Orang yang saya maksud adalah Muhammad Husein, lead artist dari developer lokal Chocoarts.
Lihat Juga: Review Almightree: The Last Dreamer – Brilian!
Dari pertama kali melihat Almightree hal yang langsung menarik perhatian saya adalah kualitas visual serta art direction yang dimiliki oleh game ini. Oleh karena itu saya sangat penasaran ingin tahu siapa sih orang yang bertanggung jawab akan keindahan yang dimiliki Almightree, dan tentu saja cerita dari sang seniman ini akan saya bagi dengan kamu sekalian. Tanpa basa-basi lagi, langsung saja kita masuk ke obrolan dengan Muhammad Husein.
Halo Husein, bisa kenalkan diri kamu sedikit ke pembaca?
Halo perkenalkan nama saya Muhammad Husein. Biasa dipanggil Husein pake huruf I, soalnya banyak temen-temen yang manggil Husen aja. Saya lahir pada tahun 1992 dan merupakan anak kedua dari lima besaudara.
Saya saat ini berprofesi sebagai 3D Artist di salah satu studio game dalam negeri bernama Chocoarts. Sebenernya boleh dibilang profesi yang saya tekuni saat ini berbeda jauh dengan background pendidikan semasa kuliah. Saat masih menjadi mahasiswa dulu, jurusan yang saya ambil adalah Sistem Informasi di Universitas Indonesia. Materi perkuliahan yang ada saat itu tidak ada yang secara langsung berhubungan dengan profesi saya sekarang. Saat itu kegiatan “nyeni” cuman sekedar hobi, pelarian, dan penghibur di kala stres.
Memang kegiatan menggambar dan berkarya seni sudah saya tekuni sejak masih balita (baca: corat-coret tembok rumah). Karena memang kakek dulu seorang seniman, mungkin sedikit banyak bakatnya mengalir. Masih lekat dalam ingatan saya, satu-satunya lomba saat SD yang sering saya wakilkan hanyalah menggambar kalau tidak melukis. Namun sejak SMP justru saya lebih berkembang pada bidang eksak, sampai waktu itu saya pernah dapet medali perunggu pada ajang OSN di bidang Fisika. Tapi siapa sangka saya akhirnya kembali menjadi seseorang seniman mirip sewaktu saya SD dulu.
…karena tidak memiliki mentor dan materi yang langsung berhubungan dengan 3D, proses belajar saya bisa dibilang cukup sulit. Hanya dengan bermodalkan proses otodidak melalui internet dan materi cetak, saya kemudian memberanikan diri untuk kembali bersama senior saya membuat game…
Bisa cerita bagaimana ceritanya kamu bisa jadi seorang ilustrator? Apakah memang sudah hobi dari kecil?
Sebenarnya saya bukanlah seorang ilustrator, namun lebih ke 3D Artist. Walaupun kegiatan ilustrasi juga kadang saya lakukan, tapi hanya sebatas concept art dari model 3D yang ingin saya buat. Bisa dibilang menjadi 3D Artist adalah cita-cita kecil saya sewaktu SMA. Keinginan itu datang ketika saya menonton behind the scene pembuatan game Pro Evolution Soccer. Saat itu saya menganggap profesi sebagai 3D Artist di industri game sebagai sesuatu yang ‘”wow” dan menantang. Apalagi saat itu guru ekstrakulikuler desain grafis di sekolah saya sedang menggarap suatu proyek game lokal dan memamerkan aset-aset 3D game tersebut.
Tapi sebelum saya mulai menseriusi dunia 3D, awalnya kebanyakan teman-teman saya mengetahui hobi berkarya saya bukan dari game, tapi dari kebiasaan membantu anak-anak media BEM membuat poster, komik, dan sebagainya. Selain itu saya juga terkadang ikut komunitas film dan bantu-bantu urusan pengeditan. Terkadang juga saya ikutan mengerjakan kegiatan yang agak geek sedikit seperti desain web.
Bagaimana kamu bisa terjun ke industri game?
Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, saya kuliah di bidang yang bersebrangan dari hobi kecil saya dan lebih memilih bidang eksakta karena anggapannya memang dulu seni hanyalah sebatas hobi saja, sedang karir pada bidang eksakta memang lebih realistis untuk masa depan.
Sampai satu waktu kebetulan beberapa senior membutuhkan game artist untuk kompetisi GEMASTIK pada tahun 2010 di ITS. Saya pikir itu sebagai peluang untuk mencoba mengejar cita-cita saya sewaktu SMA, dari situlah saya memulai karir menjadi 3D Artist. Saat itu bersama dua orang senior, kami membuat game bernama Launch Up yang terinspirasi dari game online Gunbound. Tanggapan positif dari segi estetika pada game tersebut memberikan saya motivasi untuk semakin menekuni karir sebagai 3D Artist.
Bisa dibilang setelah itu kuliah hampir menjadi tidak penting dan hanya sekedar mengincar kelulusan saja. Materi kuliah yang diambil pun hanya yang relevan saja yang saya jalani secara serius seperti game development dan sistem interaksi.
Sayangnya, karena tidak memiliki mentor dan materi yang langsung berhubungan dengan 3D, proses belajar saya bisa dibilang cukup sulit. Hanya dengan bermodalkan proses otodidak melalui internet dan materi cetak, saya kemudian memberanikan diri untuk kembali bersama senior saya membuat game kedua kami dan terus berlanjut hingga kemudian bersama-sama mendirikan studio game komersial pada tahun 2012 bernama Chocoarts.
Boleh tahu game apa saja yang pernah kamu kerjakan, dan apa yang paling berkesan sejauh ini?
Kalau yang komersial dan sudah dirilis baru dua game. Semuanya game untuk mobile dengan grafis 3D. Game komersial yang pertama kali terlibat dalam pembuatannya adalah game bergenre puzzle berjudul Flow The Cloud. Untuk game ini kebetulan saya yang mengurusi seluruh bagian art, dari A sampai Z. Mulai dari desain GUI sampai aset dalam game. Flow The Cloud sendiri arah gaya art yang diusung cenderung cute dan ceria walaupun kurang menyambung sebenarnya dengan tingkat kesulitan yang dimiliki game ini.
Game kedua yang pernah saya buat adalah Almightree: The Last Dreamer. Game bergenre puzzle-adventure ini belum lama release, kalau tidak salah sekitar satu bulan lalu. Ini merupakan game dengan waktu pembuatan terlama yang saya pernah terlibat di dalamnya. Pada pembuatannya saya bertanggung jawab membuat seluruh aset 3D, dan sebagain aset 2D seperti HUD & GUI. Gaya desainnya banyak terinspirasi dari game Oceanhorn buatan Cornfox and Brothers.
Menurut saya kedua game ini sangat berkesan. Flow The Cloud game pertama saya, di sinilah saya berkenalan dengan hambatan teknis dan masa-masa belajar yang sangat sulit. Sedangkan Almightree adalah game terbesar yang pernah saya tangani.
Selain video game, biasanya kamu mengerjakan karya untuk media apa lagi? Apakah komik atau film mungkin?
Saat ini mungkin yang paling banyak porsinya memang video game. Ada memang media lain seperti film, aplikasi, dan web namun sifatnya hanya hobi sampingan dan porsinya tidak banyak. Untuk web dan aplikasi biasanya saya menangani desain UI/UX (UI = User Interface / UX = User Experience). Sedangkan film kebetulan sewaktu kuliah pernah membuat klub film dan sampai sekarang masih jalan. Film-film yang dibuat biasanya berdurasi pendek dan non-komersial.
Biasanya apa yang menjadi inspirasi kamu dalam mengerjakan karya-karyamu? Apakah dari lingkungan atau murni berkhayal?
Untuk video game biasanya saya cenderung mengambil inspirasi dari berbagai game yg sudah ada sebelumnya yang kebetulan punya kesamaan tema. Paling sering sih mencari-cari dari portofolio teman-teman 3D Artist yang sudah ada seperti di Polycount, Area, Pinterest, Dribble, Behance, CGHUB (yang sayangnya sudah tutup), dan sebagainya.
Punya ilustrator atau 3D Artist favorit?
Kalo ilustrator mungkin tidak ada ya, cuma seniman secara umum tentu saya mengidolakan kakek saya. Kebanyakan karyanya adalah lukisan abstrak, kadang surealis, dan tidak sekedar indah namun punya pesan khusus yang ingin disampaikan. Belakangan saya juga sedang melirik aset-aset 3D low-poly buatan Erwin Kho. Karyanya simpel tapi unik dan indah. Rasa-rasanya dia bisa membuat sesuatu yang ada di dunia nyata lewat cara dia yang sederhana dan unik. Kemungkinan untuk game baru yang sedang saya kerjakan sekarang, inspirasinya banyak dari dia.
Demikianlah wawancara dengan Muhammad Husein dari Chocoarts. Edisi Artistalk kali ini mungkin berbeda dari biasanya karena memang orang yang diwawancara adalah seorang 3D Artist, bukan 2D artist seperti biasanya. Ke depannya, saya akan berusaha untuk menyajikan berbagai posisi seni lain yang lebih bervariasi di bidang video game. Jadi, sudah pasti Husein dari Chocoarts bukanlah 3D Artist terakhir yang akan saya wawancarai untuk rubrik artistalk ini.
Jika kamu penasaran ingin melihat langsung hasil karya Husein bersama Chocoarts dalam bentuk game, kamu bisa langsung cek Almightree yang baru-baru ini dirilis melalui link di bawah.
Apple App Store Link: Almightree: The Last Dreamer, Rp. 23000
[Artistalk] adalah artikel mingguan di Games in Asia yang membahas mengenai para 2D Artist ataupun 3D Artist dari Indonesia yang bekerja di bidang video game. Jika kamu punya kritik atau saran untuk artikel ini, silahkan hubungi fahmi@gamesinasia.com atau melalui @fahmihasni p.s.: Jika kamu tertarik untuk mengetahui tentang behind the scene pengembangan game lokal selain dari sudut pandang artist, cek juga seri artikel Devtalk di Games in Asia IDPost [3D Artistalk] Pembelajaran Yang Otodidak Dan Melawan Arus – Wawancara Dengan 3D Artist Dari Chocoarts muncul terlebih dahulu di Games in Asia Indonesia.