Salah satu bagian menarik ketika membahas startup adalah perbincangan dengan Founder-nya. Di tahun 2015 ini, ada cukup banyak Founder dari berbagai ranah startup yang mau berbagi kisah inspiratifnya kepada Tech in Asia. Hampir semua wawancara dilakukan dalam sesi santai dan personal. Tanpa perlu berlama-lama lagi, inilah kutipan-kutipan tersebut. Semoga menginspirasi, ya!
1. Grahadea Kusuf & Arie Ardiansyah (Kuassa): Dari logo mirip NAZI, sampai banjir order
“Bekerja dengan passion,” mungkin sudah berkali-kali dilontarkan oleh banyak entrepreneur. Pun demikian dengan Grahadea Kusuf dan Arie Ardiansyah. Dua figur di belakang pembuat software audio production Kuassa.
Musik bukan lagi sekadar hobi, namun telah mengalir dalam darah membuat mereka memutuskan menekuni bisnis ini dan uniknya. Tak heran jika pasar mereka di luar negeri jauh berkembang lebih pesat ketimbang di Indonesia.
‘SS’ pada logo Kuassa tadinya dirancang berwarna merah dan mirip dengan lambang NAZI yang sensifif di sebagian pasar. Tanggapan sinis bermunculan dari Eropa, utamanya Jerman. Setelah kami mengubahnya menjadi silver, masalah baru mereda.
Momen lain yang juga selalu membekas di ingatan kedua Founder ini adalah ketika mereka pertama kali mendapat keuntungan dalam jumlah besar di awal perintisannya.
Pertama kali kami dapat sales yang signifikan hanya dalam tempo sehari, sempat kaget dan takut sendiri dikala order mengalir deras sewaktu refresh-refresh browser.
2.Arip Tirta (Urbanindo): Disangka akan membuat warnet
Tinggal di Amerika Serikat selama belasan tahun, kemudian sukses merampungkan kuliah di universitas bergengsi, ternyata tidak lantas membuat Arip Tirta “lupa” dengan kampung halamannya. Arip yang sempat bermimpi kerja di Wallstreet, berkesempatan magang di VC dan sukses membuka matanya di ranah entrepreneur.
Booming startup di Indonesia memang baru terjadi dalam dua sampai tiga tahun ke belakang. Tak pelak, keputusan Arip yang sudah belasan tahun tinggal di Amerika memutuskan kembali ke Indonesia mengundang sejumlah pertanyaan, utamanya dari teman dan keluarga terdekat.
Ketika saya menjawab akan mendirikan internet company, mereka mengira saya akan berbisnis warung internet.
3. Ryan Gondokusumo (Sribu.com, Sribulancer & Halo Diana): Dari takut terbang, lalu menjadi serial entrepreneur
Bila kamu pernah mendengar, Sribu, sebuah situs penghubung antara klien yang ingin membutuhkan desain dengan komunitas desainer; SribuLancer, platform online yang menghubungkan klien dengan freelancer; serta Halo Diana, asisten virtual pribadi, sekarang saatnya mengenal Founder-nya, Ryan Gondokusumo.
Jauh sebelum menceburkan diri ke ranah entrepreneur, Ryan bercita-cita menjadi pilot. Namun apa daya, ia ternyata takut terbang dan mau tidak mau harus mengubur mimpinya.
Startup terbaru Ryan adalah HaloDiana. Di tengah berkembangnya teknologi komunikasi, ia memutuskan untuk membuat platform berbasis SMS.
Saat ini semua orang punya smartphone dan akses internet. Di saat yang bersamaan, semua orang juga punya SMS. Jadi SMS merupakan jalan yang mudah (cheaper way) untuk mengembangkan sebuah teknologi baru.
4.Taufhswara Diasriandanu (Jelasin.com): Jarang kuliah dan modal PC pinjaman
Bila kamu kerap ragu menceburkan diri ke dunia entrepreneur dan bingung masalah modal, pengalaman Ufan dalam mendirikan startup mungkin bisa dijadikan inspirasi. Selepas harus meninggalkan perusahaan sebelumnya yang bangkrut, ia memutuskan untuk kembali ke passion-nya di ranah animasi.
PC yang ada di rumah tidak bisa digunakan untuk membuat animasi, untungnya ada teman yang memberi pinjaman PC. Saya mulai mengerjakan proyek freelance yang menjadi cikal bakal Jelasin.com.
Ufan juga termasuk orang yang menemukan passion dengan cara yang unik. Mungkin kamu juga bisa meniru caranya saat kuliah sembari bekerja.
Yang pasti sejak dulu sudah tertarik pada IT dan animasi. Saat bekerja di software house sana saya mengerjakan beragam proyek animasi di sela kuliah. Malahan kuliahnya yang jarang,
Potensinya sudah saya lihat sejak 2010 sebenarnya. Terlebih saya sewaktu di Australia sudah sempat terjun ke ranah ini. Namun satu yang saya yakini adalah Indonesia berbeda dari negara lain untuk urusan ini, sehingga kita tidak bisa serta merta mencomot sesuatu dari luar dan mengembangkannya di sini.
5. Razi Thalib (Setipe.com): Merantau, galau, dan “S2” yang dibayar
Kalau kamu pernah merasa galau semasa kuliah atau bahkan ketika bekerja, kamu tidak perlu berkecil hati. Razi yang merupakan Founder Setipe.com juga pernah merasakan hal yang sama.
Saya cuma tahunya dulu kuliah ya kuliah saja. Dari yang awalnya kuliah sains, lalu pindah ke bisnis, sampai akhirnya IT. Itu semua saya lakukan di kampus yang berbeda.
Dari kegalauan masa kuliah, Razi yang sempat bekerja di berbagai ranah bisnis semat mendapat tawaran “S2” yang dibayar, saat Nadiem Makarim mengajaknya untuk mengembangkan Zalora.
Potensinya sudah saya lihat sejak 2010 sebenarnya. Terlebih saya sewaktu di Australia sudah sempat terjun ke ranah ini. Namun satu yang saya yakini adalah Indonesia berbeda dari negara lain untuk urusan ini, sehingga kita tidak bisa serta merta mencomot sesuatu dari luar dan mengembangkannya di sini.
6. Ajie Santika (Tinker Games): “Racun” berbuah “candu”
Sebagai anak-anak yang lahir di penghujung tahun ‘80-an, video game adalah hiburan yang lumrah. Sejak duduk di bangku sekolah Ajie pun sudah menggemari hiburan digital ini. Tak heran “kenikmatan” itu membuat Founder Tinker Games ini sempat kecanduan.
Game online yang pada masa itu makin menjamur membuat saya makin kecanduan.
Setelah melewati masa kecanduan itu, pria lulusan School of Business and Management Institut Teknologi Bandung ini berhasil menemukan jalan untuk memasuki ranah yang lebih serius: entrepreneur.
Saya kemudian melakukan riset mengenai industri game dunia dan menemukan fakta bahwa industri ini memiliki peluang bisnis yang sangat besar, bahkan merupakan salah satu industri hiburan terbesar di dunia. Menyadari peluang tersebut serta melihat potensi teman-teman dan lingkungan sekitar, akhirnya tercetus untuk membangun bisnis di ranah game.
7.Gibran Chuzaefah Amsi El Farizy (eFishery): “Mayat” dalam kontrakan
Ternak ikan sukses memberi inspirasi bagi pria yang akrab disapa Gibran ini untuk mengembangkan eFishery. Namun siapa sangka ia juga sempat disebut-sebut menyimpan “mayat.”
Saya sempat ngontrak rumah di dekat kampus untuk tempat produksi cacingnya. Nah, karena cacing ini makannya sampah organik sisa-sisa restoran atau pasar tradisional, dulu sempet ada kasus. Jadi di satu hari, waktu saya di kelas, saya sempat dihubungi pemilik kontrakan dengan nada marah-marah, diminta datang ke kontrakan itu. Pas saya di depan kontrakan, ternyata warga sekitar udah kumpul di depan, dan tampangnya udah kaya mau mukulin orang. Saya kaget kan, kenapa mereka marah-marah. Eh, itu gara-gara saya dituduh nyimpen mayat di kontrakan, soalnya bau busuk kecium dari jauh. Pas ditelusuri lebih lanjut, ternyata sampah buat makanan cacing saya pada busuk dimakan belatung, karena karyawan saya udah dua minggu kabur. Besoknya, saya diusir dari kontrakan itu.
8.Khairiyyah Sari (Bebelian): Hobi belanja tapi….
Wanita dan belanja memang dua hal yang seolah tidak terpisahkan. Sebagai seorang yang pernah bergelut di bidang fashion Sari kerap berbelanja di berbagai situs belanja internasional seperti Ebay.
Di sana saya menemukan ada beberapa selebriti Hollywood yang melelang barang-barang pribadinya. Tak jarang juga saya berhasil mendapatkan beberapa item tersebut.
Dari sekadar berbelanja, Sari memutuskan untuk mendirikan e-commerce sendiri. Namun ternyata ada satu pengalaman paling tidak terlupakan saat mendirikan Bebelian.
Ketika ide ini sudah matang dan saya sharing ke teman-teman terdekat, mereka sepertinya tidak yakin saya akan berjalan. Saya ini sebenarnya sangat gaptek. Makanya kadang tidak menyangka kalau akhirnya masuk ke ranah bisnis berbasis teknologi.
9. Grace Natalia (Asmaraku): Awal yang mengagetkan
Ide untuk menjadi entrepreneur bisa jadi menuai pro dan kontra. Namun penentangan yang dihadapi Grace Natalia saat akan mendirikan Asmaraku ini rasanya terbilang unik.
Kalau ditanya pengalaman paling berkesan, itu adalah momen ketika saya mengutarakan akan memulai Asmaraku. Tentu saja banyak orang yang kaget, mulai dari keluarga sampai teman.
Rasanya wajar bila orang berpikir demikian, maklum saja apa yang ditawarkan Asmaraku tidak seperti toko online kebanyakan. Dari mulai pakaian dalam sampai lubricant bisa kamu temukan di sana.
Beruntung Grace memiliki kultur keluarga yang terbuka sehingga startup-nya terus berkembang sampai sekarang.
Ini yang membuat startup saya berkembang cukup cepat. Di sisi lain saya juga berhasil mewujudkan sesuatu yang berawal dari passion
10. Rian Yulianto (Gulajava Ministudio): Dikira jualan gula merah
Pernahkah kamu kesulitan dalam menentukan nama? Terlebih nama untuk sebuah produk atau startup. Pun demikian halnya dengan Rian, inspirasi namanya didapat dari saat menyantap hidangan tradisional.
Tadinya sudah mencari nama hewan, tumbuhan, sampai nama-nama yang berbau futuristis masuk dalam daftar, tapi belum ada yang sreg.
Rian “mudik” ke Cilacap dan sarapan di pasar tradisional menyantap kue lupis dan kue cenil. Kedua kue ini disiram dengan gula merah yang menghadirkan sensasi rasa manis dan gurih dan memutuskan memakai gula jawa sebagai nama studionya.
Sambil mencoba meluruskan kalau kami bukan penjual gula merah tapi tim developer, kami segera merampungkan desain yang awalnya memakai gambar gula merah menjadi seperti yang sekarang bisa dilihat kalian semua.
11. Hannifa Ambadar (Female Daily): Semua karena ayah
Sosok insirasi dari seorang Founder startup tidak melelu orang-orang terkenal, bisa saja orang terdekat seperti keluarga. Ayah adalah sosok yang sangat mengubah pandangan hidup perempuan yang akrab disapa Hani ini.
Ayah saya adalah seorang entrepreneur dan mempunyai law firm sendiri. Jadi dari kecil selalu melihat dia menjadi bos itu kayanya enak. Setelah punya anak saya makin melihat adanya potensi bisnis yang lebih besar kalau kita menjadi entrepreneur.
12. Anand Mulani (Crazy Hackerz): Tamagotchi ke startup IoT
Siapa bilang mainan tidak bisa menjadi trigger untuk membuat “sesuatu.” Anand yang waktu kecil terkenal sebagai penyedia jasa “bongkar tak terima pasang” ini mungkin ceritanya tidak akan seperti sekarang.
Dari membongkar mainan, Anand mulai merinits bisnis reparasi Tamagotchi, mainan yang sempat populer di era ‘90-an.
Banyak Tamagotchi teman saya yang rusak waktu itu. Saya belajar untuk membenarkannya secara otodidak.
Hal lain yang juga menarik dari Anand adalah bagimana ia menghadapi hal-hal yang tidak sesuai harapan.
Setiap terjadi hal yang tidak mengenakkan, saya selalu berusaha untuk mengikhlaskan keadaan. Sering kali kejadian kita tidak mengerti jalan hidup yang harus dilalui tetapi merupakan langkah yang perlu kita lalui untuk mencapai hasil yang kita inginkan. Ambil nafas panjang dan fokus mencari celah atau titik terang dari rintangan tersebut.
13. Ken Ratri Iswari (GeekHunter): Terjebak cinta segitiga
Konon, untuk bisa mewujudkan mimpi, kamu harus menulis atau memajang gambarnya. Boleh percaya atau tidak Ken menuliskan mimpinya di buku harian ingin menjadi entrepreneur saat masih duduk di bangku sekolah dasar.
Ken termasuk salah satu founder startup yang pernah mendirikan berbagai startup dan jatuh bangun. Namun salah satu kegagalan paling unik menurutnya adalah ketika terjadi drama di tengah berjalannya startup.
.Jadi saya pernah membuat startup bersama tiga orang teman saya. Namun di tengah jalan terjadi konflik dan drama percintaan.
Tepatnya cinta segitiga antar Founder sehingga akhirnya startup-nya bubar jalan
14. Robin Boe & Joni Kusno (Otten Coffee): Tetap setia di kampung halaman
Sama-sama suka bertemu dengan orang baru dan tentunya suka minum kopi membuat dua sahabat ini memutuskan untuk membuat tidak meninggalkan kampung halaman mereka dengan sejumlah alasan.
Base kami tetap akan di Medan, karena bagaimanapun rasanya lebih enak untuk berada di tanah sendiri
Apa yang mereka lakukan menyelipkan makna tersirat bila menggapai sukses tidak bergantung pada daerah di mana kita berada.
15. Yudhi “Domex” Mandey & Gema Megantara (Wavoo): Harus rela kehilangan “keluarga”
Di mata duo “mak comblang” ini, tim sudah dianggap sebagai keluarga, namun ada momen saat mereka harus rela kehilangan “keluarga”.
Di dunia startup itu ada istilah hire fast, fire faster. Memecat staf adalah hal yang paling tidak mengenakkan dan juga ketika kehilangan staf yang mengundurkan diri
16. Denny Santoso (Serial Entrepreneur): Mengurangi exposure dan uang yang biasa saja
Namanya sudah dikenal sebagai pendiri banyak startup. Namun di bulan Desember 2014 Denny mendirikan Supplier.id. Kali ini ia memutuskan untuk tidak lagi eksis di berbagai media, atau mengikuti kompetisi.
Saya sengaja melakukan itu. Exposure itu memang kelihatannya bagus. Tapi ibarat mobil yang berjalan kencang karena didorong, maka akan berhenti ketika dorongannya habis. Lain dengan yang berjalan sendiri.
Beberapa orang menilai bila untuk bisa sukses, kamu harus pindah ke kota besar atau bahkan masuk ke ibukota. Namun Denny yang juga banyak menjalankan bisnis offline ini berpendapat lain.
Value tertinggi dalam hidup saya adalah keluarga. Kalau harus pindah maka saya harus mengorbankan keluarga. Saya lebih memilih money-nya biasa saja tapi bisa dekat dengan keluarga.
17. Rachmad Imron (Digital Happiness): Sepotong cerita dari balik kamar kos
Untuk para maniak game bergenre horor, mungkin kamu sudah mencoba Dread Out buatan studio game yang diinisiasi Rachmad. Serupa dengan beberapa tokoh teknologi yang mengawali bisnisnya dari garasi atau ruang sempit lainnya. “Kantor” pertamanya juga sangat membekas di ingatannya.
Saya selalu bingung ketika ada klien. Kalau dulu ada yang mau datang ke kantor harus bagaimana. Maklum saya melakukannya dari bilik sempit di kamar kos.
18. Herry Budiman & William Susilo (Gorry Gourmet): Percaya dengan visi sendiri
Kutipan dari dua Founder startup yang bergerak di ranah catering online penyedia makanan sehat ini rasanya cocok untuk kamu yang masih ragu memilih bekerja di perusahaan orang atau menjadi entrepreneur.
Setinggi apa pun posisinya, tetap saja yang dikerjakan adalah visi orang. Jelas belum tentu sesuai dengan ukuran ideal menurut kita. Lain halnya dengan startup, mau itu sekecil apapun kita bekerja untuk tujuan dan nilai yang kita percaya.
19. Arif Fajar Saputra (Amplified): Ingin “membakar” ijazah
Meski banyak entrepreneur yang harus meninggalkan bangku kuliah dan fokus mengurus bisnis, tidak sedikit juga yang memilih merampungkan kuliahnya dengan sejumlah pertimbangan. Meski begitu, Arif mengaku sempat ingin “membakar” ijazahnya.
Belajar nya banyak banget, karena ilmu yang ada di bangku kuliah itu ternyata hanya terpakai 10-15 persen saja untuk fondasi cara berfikir aja kebanyakan. Pas di lapangan ternyata banyak banget yang harus dipelajari di jalanan jadi street learner deh! Terus banyak banget ketemu orang-orang “gila” baru yang mau diajak bikin produk “gila” bareng orang “gila.”
20. Irzan Raditya (YesBoss): Bekerja bak tukang roti
Meskipun mantan anak band dan kini mengembangkan asisten pribadi virtual, Irzan mengaku cara kerja terbaik adalah seperti tukang roti.
Saya suka kerja kayak tukang roti. Pagi bikin, siang jualan, malam berhitung. Bedanya kalau tukang beneran yang dihitung pendapatan, saya data.
21. Enda Nasution (Sebangsa): Langsung nyebur saja!
Apakah kamu sempat ragu-ragu untuk berpaling dari bekerja dengan orang dan menjadi entrepreneur lantaran sejumlah alasan? Berbekal pengetahuan dan pengalaman di bidang digital marketing akhirnya ia memutuskan untuk menceburkan diri ke ranah ini melalui bisnisnya sendiri.
Saya tidak berpikir panjang soal stabilitas dan job security saat menceburkan diri ke dunia ini. Padahal saya sudah punya keluarga dan tanggungan.
22. Ishak Tanoto (5Beat): Bersiap untuk kehilangan
Tidak jarang kamu memulai bisnis dari pertemanan. Tidak ada yang salah memang, namun menurut Ishak, terkadang kita harus berani membuat keputusan yang perih sekalipun.
Teman baik sekalipun bukan berarti visi dan misinya akan sama dengan kamu. Kemungkinan terburuknya adalah kamu akan kehilangan teman.
23. Andreas Sanjaya (Badr Interactive): Berikan manfaat untuk orang banyak
Prinsip dari startup adalah memberikan solusi dari masalah yang terjadi di sekitar kita. Tak mengherankan bila Jay sebagai founder startup merasa pentingnya memikirkan lingkungan ketimbang dirinya sendiri.
Sejak duduk di bangku kuliah, itu menjadi visi hidup saya. Dan, untuk bisa memberikan manfaat yang besar bagi orang lain, kita harus memiliki kapasitas dan kredibilitas yang besar pula.
24. Andy Fajar Handika (Makan Diantar): Lebih baik terlambat sadar ketimbang tidak
Bertahun-tahun menekuni suatu hal ternyata belum tentu menjadi passionkamu. Sama halnya dengan Andy yang lama bergelut di ranah pemrograman ternyata “keliru.”
Ketika menyadari bahwa lebih suka makan daripada coding, saya memutuskan beralih ke ranah kuliner
25. Alvin Rizky Ismail (Digilive): Pastikan sudah pas!
Saat kamu berencana meluncurkan produk, salah satu kunci dari Alvin adalah memastikan semuanya sudah pas.
Utamakan passion dan elemen fun. Selain itu juga pastinya totalitas, cari partner yang tepat dan launch di momen yang pas.
26. Soegianto Widjaya (Cookpad): Biarkan cinta hilang
Sedih saat kehilangan akan hal yang dicintai memang wajar. Soegianto juga pernah mengalaminya. Cinta akan coding harus kandas karena gagal masuk jurusan IPA saat duduk di bangku SMA. Namun siapa sangka ia menemukan cinta yang lain.
Saya suka makan, dan kakak saya suka masak. Kalau orang sudah suka, maka kreatitvitas akan terdorong dengan sendirinya. Kalau sudah begini, maka akan muncul perasaan lebih bahagia.
27. Andi Taru (Educa Studio): Modal Rp0, jangan takut
Bisnis dengan modal Rp0? Mungkin akan sulit dipercaya. Tapi Andi Taru sukses membuktikan bila apa pun bisa dilakukan dengan niat yang benar-benar kuat. Ia juga mengaku pantang mengenal rasa takut.
Waktu mendirikan Educa itu bukan hanya sekadar Rp0, tapi juga pengalaman belum ada. Saya mengawali semua ini dari rumah, setiap hari kerja 16 jam, sampai tetangga bilang pengangguran. Tapi saya tidak pernah merasa takut.
Itulah kutipan-kutipan paling menarik dari kisah founder startup yang sempat kami ajak berbincang secara personal di tahun 2015. Apakah kamu memiliki kutipan dari founder lain yang berhasil menginspirasi kamu? Sampaikan di kolom komentar ya!
(Diedit oleh Fadly Yanuar Iriansyah)
The post 27 Kisah Founder Startup Indonesia di Tahun 2015 appeared first on Tech in Asia Indonesia.