Quantcast
Channel: Tech in Asia
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6222

Tahun 2015 Segera Berakhir, Bagaimana Kelanjutan Teknologi Virtual Reality?

$
0
0

Sebagian pemerhati teknologi memprediksi virtual reality (VR) akan menjadi sebuah fenomena. Uang yang jumlahnya tidak sedikit juga telah dikucurkan untuk mengembangkan ranah digital baru ini, tempat yang (mungkin) dalam beberapa tahun ke depan kita akan menghabiskan sebagian besar waktu online kita. Namun, apakah antusiasme para investor ini beralasan?

Kabar paling menarik perhatian tentu saja datang dari Facebook yang mengakuisisi startup VR dan pionir teknologi ini, Oculus VR, dengan mahar senilai $2 miliar (sekitar Rp27,6 triliun) pada tahun 2014 lalu. Facebook tertarik untuk mengubah tren teknologi VR ini dari yang tadinya sekadar teknologi asing menjadi industri yang nyata dengan potensi yang luar biasa.

Baca juga: Oculus VR Dibeli oleh Facebook dengan Harga 22 Triliun!

Namun jejaring sosial tersebut bukanlah satu-satunya yang berani menggelontorkan modal melimpah untuk teknologi VR. Pada awal tahun ini, sebuah pabrikan gaming mobile asal negeri sakura, DeNa, ikut terlibat dalam tahap pendanaan awal dan juga tahap lanjutan bagi perusahaan-perusahaan VR.

Kabar paling baru, Colopl, sesama developer mobile game asal Jepang, mengumumkan kalau mereka akan mulai menginvestasikan uang sebesar $50 juta (sekitar Rp690 miliar) untuk bantu mengembangkan aplikasi dan game berbasis VR. Kemudian ada juga Presence Capital, venture capital terkemuka yang dibentuk khusus untuk memberikan modal kepada perusahaan yang mengembangkan teknologi VR dan Augmented Reality (AR).


Harapan virtual

Masalahnya, semua investasi tersebut dimaksudkan sebagai langkah antisipasi jika teknologi VR ini nantinya akan booming dan dipakai oleh jutaan pengguna. Namun sejauh ini, kami belum melihat tanda-tanda kalau tren ini sedang mengarah ke sana. Kita sudah sampai pada lembaran akhir tahun 2015, namun proyek-proyek VR yang dicanangkan semisal Oculus Rift, Vive milik HTC dan Valve, serta Playstation VR-nya Sony belum terlihat akan dirilis dalam waktu dekat ini.

Selain itu, meski sudah banyak prediksi berapa biaya yang akan mereka keluarkan untuk teknologi ini, namun di sisi lain belum jelas berapa yang akan mereka investasikan untuk aplikasi atau game di perangkat VR ini nantinya. Sudah ada beberapa demo yang bisa dicoba, beberapa judul aplikasi atau game yang akan mengadopsi teknologi ini, namun masih berhenti di sana.

Baca juga: Kumpulan Perusahaan Besar yang Sedang Mengembangkan Teknologi VR

Mustahil untuk melupakan teknologi istimewa terdahulu seperti 3D yang berakhir mengecewakan. Tidak ada produsen yang mampu menjual perangkat 3D dengan laris karena minimnya konten berkualitas untuk perangkat tersebut—dan juga karena peminatnya saat itu sangat sedikit. Dan ingat, ini merupakan teknologi VR generasi kedua—generasi pertama bahkan tak sempat mencicipi kesuksesan.

Bukan hanya untuk game

Jika teknologi VR digadang meraih kesuksesan luas, teknologi ini harus terjual lebih banyak dari konsol game. Saat Facebook mengumumkan akuisisi mereka terhadap Oculus, Mark Zuckerberg mengatakan bahwa bermain game menggunakan VR hanyalah awal permulaan.

“Setelah selesai dengan urusan gaming, kami akan menjadikan Oculus sebagai platform untuk menunjang pengalaman lain. Bayangkanlah kita dapat menikmati pertandingan tenis, belajar di dalam kelas yang berisi murid-murid dan para guru dari seluruh penjuru dunia, atau berkonsultasi dengan dokter pribadi secara tatap muka—hanya dengan mengenakan perangkat VR dari rumah. Ini adalah platform komunikasi yang benar-benar baru.”

Rencana tersebut memang bagus, namun perkembangan VR jarang terdengar lagi setelah pernyataan Mark tersebut—selain soal urusan game, hanya sedikit informasi yang sampai ke telinga publik mengenai pengalaman berkomunikasi yang nantinya akan menjadikan VR sebagai platform yang menjanjikan, ketimbang menjadi sensasi sesaat.

Dana segar dari Colopl mungkin menjadi kabar yang menggembirakan bari para pengembang game. Sang CEO, Naruatsu Baba, menegaskan, dengan cara seperti ini perusahaannya “dapat mendukung VR merambah ranah lain selain video game, dan yang paling penting mampu menyuguhkan pengalaman baru yang belum pernah dirasakan oleh umat manusia sebelumnya.” Namun mereka masih meminta para pengembang untuk membangun pengalaman tersebut, mengingat potensi audiensnya belum kelihatan dan platform dasarnya yang masih sangat fragmented.

Baca juga: 4 Alasan Virtual Reality Masih Akan Jauh dari Realita Sehari-Hari

Para developer game juga menemukan tantangan berat dalam menciptakan konten khusus VR. Keunikan media ini memerlukan pemikiran ulang yang tak main-main dalam tata cara pengembangan dan desainnya. Kita ambil contoh, desainer game yang biasa menyampaikan narasi lewat cut scene film sadar kalau sekarang mereka tak dapat mengambil alih kontrol kamera dari sang pemain, dikarenakan kamera tersebut adalah mata sang pemain yang digunakan untuk melihat dunia virtual.

Sementara desainer yang bergerak di ranah lain kemungkinan juga menghadapi kendala yang sama. Dan seperti yang terjadi pada teknologi yang sudah-sudah, satu-satunya cara untuk meningkatkan pengalaman ini adalah membiarkan para audiens mencobanya sembari terus meningkatkan teknologi dari masukan para pengguna. Yang pada akhirnya kembali lagi ke tantangan semula: membuat orang-orang menggunakan perangkat VR.

virtual-reality-headset

Pasangkan ke smartphone kamu

Mungkin berlebihan jika meminta konsumen awam untuk membeli perangkat VR premium yang (barangkali) ditawarkan oleh Oculus, Sony, dan HTC. Beruntung, ada cara yang lebih terjangkau bagi masyarakat untuk mencoba teknologi ini, yaitu dengan cara memanfaatkan teknologi yang telah banyak dipakai masyarakat: smartphone.

Penggunaan serta jangkauan perangkat mobile begitu luas , khususnya di wilayah Asia. Makanya tak heran jika bermunculan nama-nama seperti Gear VR milik Samsung hingga perusahaan streaming video asal Cina, Letv, yang baru saja mengumumkan headset LeVR COOL1. Dengan produk ini, kamu sudah punya sebagian perangkat untuk menikmati perjalanan virtual yang bisa dibawa-bawa dalam saku.

Baca juga: Virtual Reality sebagai Metode Marketing, Ampuhkah?

Langkah seperti investasi Colopl ini mungkin akan berdampak baik untuk menghadirkan pengalaman VR yang menyasar smartphone terlebih dahulu, dengan harapan membuat mereka bermigrasi menggunakan perangkat VR sungguhan.

CEO dari Colopl mengatakan bahwa pada tahun 2020 nanti, pasar VR diperkirakan akan menyentuh angka $30 miliar (sekitar Rp414 triliun). Jika terbukti benar, mungkin saat itu sudah terjadi sinergi antara perangkat keras yang terjangkau dengan perangkat lunak yang mumpuni. VR tak boleh hanya menjadi teknologi baru yang keren saja. Teknologi ini harus memiliki sesuatu yang diinginkan orang-orang.

(Diterjemahkan olah Faisal Bosnia dan diedit oleh Fadly Yanuar Iriansyah)

 

The post Tahun 2015 Segera Berakhir, Bagaimana Kelanjutan Teknologi Virtual Reality? appeared first on Tech in Asia Indonesia.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6222

Trending Articles