Topik yang paling menyita perhatian di Asia Tenggara selama beberapa bulan ke belakang adalah kerusakan lingkungan dan bencana manusia yang disebabkan oleh kebakaran lahan gambut di Indonesia.
Sedikitnya 19 orang meninggal akibat polusi udara yang disebabkan. Lebih dari setengah juta penduduk di Indonesia menderita penyakit saluran pernafasan, sementara negara tetangga Singapura dan Malaysia juga terkena dampak yang sama.
Perlu gambaran lebih lanjut? Sebagai dampak atas kebakaran tersebut, kadar emisi gas karbon dioksida yang ada di Indonesia selama beberapa minggu ke belakang telah melampaui jumlah yang dihasilkan oleh Jerman selama setahun. Bagian paling buruknya: Kebakaran ini adalah ulah manusia.
Membakar hutan adalah cara paling hemat dalam membebaskan lahan perhutanan untuk ditanami kelapa sawit, namun juga paling berisiko. Belum lagi, musim kemarau berkepanjangan pada tahun ini memperburuk keadaan, selain juga mempercepat penyebaran titik kebakaran.
Beruntung, masyarakat yang terkena dampaknya bisa sedikit lega karena hujan sudah mulai turun.
Bagaimana sebaiknya mengelola lahan gambut agar tragedi serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari? Presiden Indonesia Joko Widodo telah menunjuk pihak universitas untuk membantu menemukan solusinya. Para inovator teknologi di Asia Tenggara juga dapat ikut memberi sumbangsih.
Selain membangun penyaring udara, membuat aplikasi pengukur tingkat polusi, atau membagikan masker untuk mengurangi dampak asap, para ahli teknologi harus menciptakan solusi yang dapat mengatasi penyebab masalah ini.
Berikut adalah beberapa teknologi menjanjikan yang sejauh ini telah digunakan sebagai bagian dari cara melindungi alam.
Pengawas suara
Topher White dari San Francisco mencetuskan ide brilian ini: ia menggunakan ponsel model lawas untuk mengawasi bunyi-bunyian yang ada di hutan. Ponselnya ditenagai oleh kumpulan panel tenaga surya dan disembunyikan di puncak pohon.
Ponsel tersebut dapat diprogram untuk mendengarkan bunyi suatu hewan, namun ponsel yang digunakan Topher dalam proyek Rainforest Connection diprogram untuk mendengarkan bunyi yang tak semestinya ada di hutan hujan. Contohnya gergaji mesin atau percakapan manusia. Alat tersebut kemudian mengirim sinyal ke stasiun pengendali.
Rainforest Connection sukses menjalankan program percobaannya di pulau Sumatera. Keuntungan dari teknologi ini adalah biayanya yang murah. Syangnya alat ini tak dapat mencakup area yang luas dan setiap perangkat harus dipasang secara manual.
Sensor Pintar
Libelium adalah perusahaan asal Spanyol. Perusahaan ini ahli dalam pembuatan sensor pintar yang terhubung dengan perangkat lunak untuk memudahkan pengawasan. Ada begitu banyak aplikasi yang terhubung dengan sistem Libelium.
Teknologi ini pernah digunakan untuk pendeteksi dini kebakaran hutan di Spanyol. Sebagai contoh, sensor tersebut bisa diatur untuk mendeteksi kelembaban, suhu, dan perubahan tingkat CO2 dalam rentang waktu yang singkat. Sistem akan mengirimkan sinyal jika ada perubahan yang signifikan.
Teknologi ini dapat mendeteksi perubahan kecil dan menunjukkan sumber kebakaran dengan sangat akurat. Kekurangan dari teknologi ini adalah setiap sensor harus ditempatkan satu per satu secara manual.
Drone buatan sendiri
Jika area yang ingin diawasi tak terlalu luas, pengawasan udara dengan menggunakan drone adalah solusi yang ideal. Masalahnya, drone tidak murah dan tak selalu mudah didapat di semua tempat.
Conservation Drones, LSM yang berlokasi di Amerika Serikat, membantu para konservasionis membuat drone sendiri serta mengajarkan cara memprogram dan menggunakannya. Ada banyak sekali rencana yang bisa diterapkan dengan drone dalam melindungi lingkungan. Menghitung jumlah sarang orang utan di hutan hujan di Indonesia, pencitraan dengan drone dapat membantu kita memantau wilayah dengan peningkatan suhu panas yang tak lazim.
Keuntungan drone adalah kita bisa menggunakannya untuk berbagai keperluan. Kita juga dapat segera menerbangkannya untuk mengumpulkan data. Kekurangannya adalah cakupan wilayahnya yang terbatas, karena drone biasanya mengikuti jalur penerbangan yang sudah diprogram sebelumnya. Selain itu, daya tahan baterainya terbatas.
Pencitraan satelit yang murah
Perkembangan terbaru yang membuat para aktivis lingkungan hidup tersenyum lebar adalah meningkatnya ketersediaan data satelit beresolusi tinggi terkini. Hal ini disebabkan karena perkembangan satelit mikro generasi terbaru yang dikembangkan oleh perusahaan seperti Planet Labs dan Skybox. Axelspace dari Jepang juga bersaing dalam bisnis ini.
Ukuran satelit mikro bisa sama kecilnya seperti kotak sepatu dan dibawa ke luar angkasa dalam jumlah yang banyak. Alat ini dapat menyampaikan pencitraan keseluruhan planet dengan frekuensi yang lebih sering dan biaya yang lebih murah dibandingkan satelit konvensional.
Pencitraan satelit dapat membantu menganalisa perubahan pada penggunaan lahan dan ruang lingkup hutan, memetakan tingkat kebakaran, atau mencari sumber kebakaran.
Karena volume hasilnya begitu tinggi dan satelit mampu mencakup area yang sangat luas, teknologi tersebut menjadi lebih menarik saat dikombinasikan dengan perangkat lunak penganalisa citra pintar. Perusahaan seperti Descartes Labs yang bermarkas di New Mexico berada di garis terdepan dalam perkembangan teknologi ini.
Implementasi di semua kalangan
Proyek-proyek yang disebutkan tadi kebanyakan dikembangkan di luar wilayah Asia Tenggara, meski banyak dari proyek tersebut yang telah diuji di wilayah ini, dengan keanekaragaman hayatinya begitu banyak dan masalah lingkungan semakin memburuk setiap tahunnya.
Contoh lain mengenai kesuksesan aplikasi teknologi “di medan belantara” dapat ditemukan di situs lingkungan Mongabay.com. Situs tersebut baru-baru ini memperkenalkan keseluruhan isu dalam topiknya.
Namun, ketimbang program percobaan yang dikembangkan secara terpisah, persilangan antara teknologi dan konservasi alam seharusnya menjadi hal yang lumrah di Asia Tenggara. Teknologi tersebut perlu dipahami dan diadaptasikan di semua tingkatan, dari pemerintah hingga mereka yang berkecimpung lapangan.
Apa yang dilakukan para inovator Asia Tenggara dalam memberi sumbangsih di teknologi konservasi alam? Apa saja program-program menarik yang sedang digalakkan? Beritahu kami lewat kolom komentar.
(Diterjemahkan oleh Faisal Bosnia dan diedit oleh Fadly Yanuar Iriansyah)
The post Masalah Kabut Asap: Bagaimana Teknologi Dapat Melindungi Hutan di Asia Tenggara appeared first on Tech in Asia Indonesia.