Quantcast
Channel: Tech in Asia
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6222

Dengan dukungan Engineer Silicon Valley, Apakah Qlapa Bisa Menjadi Solusi bagi Perajin Lokal?

$
0
0

Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, nilai ekspor subsektor kerajinan berbasis aktivitas perusahaan Indonesia mencapai Rp21 miliar pada tahun 2013. Selain itu, nilai konsumsi rumah tangga subsektor mencapai Rp145 miliar pada tahun yang sama.

Animo masyarakat Indonesia terhadap kerajinan lokal bisa dibilang cukup tinggi. Hal ini bisa dilihat dari jumlah peserta, target pengunjung, dan omzet pameran produk kerajinan tangan terbesar di Indonesia, Inacraft. Berdasarkan data yang dilansir dari Tempo, pada tahun 2015, Inacraft berhasil menarik lebih dari 1.450 peserta, dengan target pengunjung mencapai 200.000, dan target omzet transaksi penjualan untuk ritel sebesar Rp127 miliar.

Kondisi pasar tersebut telah menarik minat Benny Fajarai dan Fransiskus Xaverius (Frans) untuk mendirikan Qlapa, situs marketplace khusus untuk produk kerajinan tangan buatan lokal yang resmi diluncurkan pada 1 November lalu.

Melalui situs tersebut, pembeli dapat membeli produk-produk kerajinan langsung dari pembuat yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Hingga saat ini, Qlapa mengklaim telah memiliki ribuan produk kerajinan tangan yang berasal dari ratusan perajin lokal.

Sedangkan bagi para perajin (penjual), selain bisa menjual produk-produk kerajinan tangan yang sudah jadi, mereka juga bisa menerima pesanan custom dari pembeli. Sehingga para penjual memiliki varian produk yang tidak terbatas, dan para pembeli bisa memesan produk-produk yang lebih unik dan sesuai dengan keinginan mereka.

Demi keamanan transaksi antara penjual dan pembeli, Qlapa menerapkan sistem escrow atau rekening bersama. Jadi pembeli yang tertarik dengan sebuah produk akan melakukan transfer terlebih dahulu ke rekening Qlapa. Kemudian setelah produk diterima barulah sang penjual menerima pembayaran yang telah dikirim pembeli sebelumnya ke rekening Qlapa. Untuk memanjakan pengguna, Qlapa juga dilengkapi fitur penghitung ongkos kirim.

Solusi bagi perajin

Tidak hanya mengikuti peluang dan tren, alasan lain mengapa Benny mendirikan Qlapa adalah untuk memecahkan masalah yang sering dihadapi oleh para perajin.

Pertama adalah untuk meningkatkan kepedulian terhadap perajin lokal. Para perajin biasanya mengadakan pameran dan bazar demi meningkatkan kepedulian (brand awareness) produk mereka dan juga sekaligus sebagai sarana untuk meningkatkan penjualan. Akan tetapi kegiatan tersebut memerlukan biaya yang besar dan hanya dilakukan sesekali. Belum lagi faktor keterbatasan waktu dan lokasi.

Kedua, adalah pemanfaatan media sosial yang tidak sesuai, kerana media sosial memang tidak didesain khusus sebagai tempat untuk berjualan produk-produk kerajinan tangan. Begitu juga dengan situs-situs marketplace. Para perajin sekala kecil mau tidak mau harus bisa bersaing dengan penjual produk-produk lain yang telah diproduksi secara massal.

Masalah itulah yang membulatkan tekad Benny dan Frans untuk mendirikan Qlapa guna membantu perajin lokal di Indonesia berjualan bersama di satu tempat yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Baca juga: 5 startup yang mempromosikan industri kreatif di Indonesia

Latar belakang industri kreatif dan teknologi yang kuat

Qlapa Team Photo

Tim Qlapa

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Qlapa didirikan oleh Benny dan Frans. Masing-masing memiliki latar belakang dari industri kreatif dan teknologi yang kuat. Benny sendiri telah terjun di industri kreatif Indonesia sejak tahun 2010.

“Saat itu, saya punya mimpi yang sederhana, yaitu dapat memperkenalkan dan memberdayakan kreativitas lokal melalui internet,” ungkap Benny melalui press release yang diterima Tech in Asia. Hal itulah yang telah menginspirasi Benny untuk mendirikan Kreavi, media sosial dan marketplace industri kreatif dua tahun kemudian.

Sementara itu, Frans adalah seorang engineer asal Silicon Valley, Amerika Serikat yang telah bekerja di sejumlah perusahaan teknologi selama kurang lebih 5 tahun. Sebelumnya, ia sempat bekerja di beberapa perusahaan teknologi seperti Google, Blackberry, Zynga, Castlight, dan Homejoy.

Benny dan Frans bertemu di awal 2014, dan semenjak itu keduanya sering berdiskusi dan berbagi pikiran. Hingga pada awal tahun 2015, Frans memutuskan untuk pulang kembali ke Indonesia dan terlibat di Qlapa sebagai CTO.

“Tinggal dan bekerja di Silicon Valley memang jauh lebih baik. Sebagai engineer, kompensasi dan peluang karier memang sangat besar di Amerika Serikat. Namun, saya bisa melihat bahwa Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Ada banyak masalah yang dapat diselesaikan dan ada banyak peluang yang dapat dikembangkan dengan teknologi,” ungkap Frans menjelaskan alasannya kembali ke Indonesia.

(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto)

The post Dengan dukungan Engineer Silicon Valley, Apakah Qlapa Bisa Menjadi Solusi bagi Perajin Lokal? appeared first on Tech in Asia Indonesia.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6222

Trending Articles