Salah satu sesi panel paling ditunggu di Main Stage konferensi Tech in Asia Jakarta 2015 hari kedua (12/11) adalah “Panel Without Fear”. Dimoderasi oleh Magnus Ekbom dari Lazada, Alexander Rusli (President Director dan CEO, Indosat), Patrick Williamson (VP/Director Business Development and Strategy di KMK), serta Nabilah Alsagoff (COO of Doku) berbicara tentang banyak hal seputar startup di Indonesia mulai dari unicorn, uang digital, layanan 4G, hingga masa depan startup di tanah air.
Magnus membuka panel dengan melontarkan serangkaian pertanyaan sulit kepada para panelis. Diskusi berlangsung secara cepat namun para pengunjung mampu mendapatkan informasi yang sangat padat dalam panel singkat tersebut.
Kondisi investasi di Indonesia
Ketika ditanya mengenai kondisi investasi yang sedang dilakukan di Indonesia, Alexander mengatakan bahwa ia kesulitan dalam mencari investasi yang tepat. Setidaknya dari segi besarnya investasi. Alhasil, saat ini ia melakukan investasi pada startup dengan nominal kecil namun dengan kuantitas yang lebih banyak.
Melihat keterkaitan Patrick dengan startup media di tanah air, Magnus menanyakan alasan di balik investasi-investasi tersebut. Patrick mengatakan bahwa investasi di dalam media sangat menguntungkan untuk melakukan promosi. Ketika ia mengakuisisi sebuah perusahaan, media dapat digunakan untuk menjaring pengguna.
Perihal masa burning sebuah startup, Alexander mengatakan bahwa 2-3 tahun merupakan waktu yang wajar bagi startup untuk melakukan burning. Namun lebih lanjut Alexander menjelaskan bahwa ia ingin berinvestasi pada orang. Jadi, meskipun timeline tersebut telah dicapai, dengan orang yang tepat, Alexander masih bisa percaya dan melanjutkan dukungan.
Ketika ditanya jika harus menggunakan uang pribadi, Alexander mengatakan bahwa ia akan berinvestasi ke ranah logistik dan pembayaran karena ia percaya bahwa jika logistik dan payment berhasil, maka ekosistem startup akan berkembang dengan sangat cepat.
Nabila kemudian menutup dengan mengatakan bahwa ketika kamu sudah mendapatkan funding, kamu harus bisa menjelajahi peluang lebih jauh lagi.
E-money dan kendala yang dihadapi
Nabila percaya bahwa e-money bisa mendorong orang untuk lebih sering melakukan pembayaran melalui digital. Hal itu dikarenakan mudahnya pembuatan akun e-money meskipun regulasi yang ada sedikit menyusahkan seperti keharusan verifikasi pengguna untuk melakukan pembayaran dengan nilai lebih dari Rp1 juta.
Nabila lebih lanjut menjelaskan bahwa meskipun angka tersebut cukup nyaman sebagai sebuah regulasi, Ia ingin kuota tersebut diperbesar agar pengguna dapat melakukan pembayaran barang yang lebih besar tanpa harus melewati proses yang rumit.
Alexander mengatakan bahwa ranah e-money ini merupakan lahan yang terbuka bagi siapapun. Saat ini ada 22 pemain e-money yang sudah terdaftar di Bank Indonesia namun masih belum ada yang menguasai pangsa pasar.
Ia menilai Bank Indonesia perlu membantu semua ini dengan membuat regulasi yang memudahkan para pemain e-money alih-alih menyusahkan mereka. “Ketika pengguna sudah mempunyai akun e-money, pengguna akan terus menggunakan layanan tersebut,” ungkap Alexander.
Layanan 4G sebagai pondasi perkembangan startup
Kehadiran Alexander sebagai CEO salah satu perusahaan telekomunikasi di Indonesia tentunya akan mengundang satu pertanyaan besar dari industri yang berpangku pada konektivitas, yaitu ketersediaan jaringan 4G di tanah air. Menyikapi hal ini, Alexander menjawab secara diplomatis bahwa pada akhir tahun Indosat menargetkan 30 kota besar di Indonesia. Patrick terlihat mengamini hal ini karena dengan jaringan stabil, ekosistem startup akan menjadi lebih baik.
Unicorn atau nilai valuasi yang terlalu tinggi?
Magnus menekankan poin penting yaitu nilai valuasi startup di Indonesia dan bertanya kepada para panelis tentang bagaimana mereka menentukan nilai sebuah perusahaan.
Nabila mengatakan bahwa valuasi merupakan sesuatu yang sangat susah dilakukan jika startup tersebut belum menghasilkan apa-apa. Lalu bagaimana cara melakukan valuasi? Nabila lebih lanjut mengatakan bahwa valuasi tersebut bisa diukur dari ketertarikan pasar dan penilaian VC lainnya. Khusus dalam ranah pembayaran, Nabila mengatakan bahwa ia menilai hal tersebut dari infrastruktur yang ada serta jumlah pembayaran yang dilakukan, dan banyaknya orang yang menggunakan layanan pembayaran tersebut.
Patrick menambahkan, ketika valuasi kamu tinggi, bisnis yang kamu miliki harus menghasilkan nilai yang tinggi juga. Hal tersebut bisa dilakukan dengan eksekusi yang sempurna dan sangat cepat, jika tidak, maka ancaman kebangkrutan ada di depan mata.
Apa yang ada di depan horizon startup tanah air?
Alexander percaya bahwa saat ini adalah waktu yang sangat tepat untuk membuka startup. Selain itu, ia mendorong komunitas untuk dapat menjadi mentor bagi para startup baru. Mentor adalah hal yang sangat penting agar mereka bisa berbagi kesuksesan dengan startup baru yang bermunculan.
Kita butuh lebih banyak cerita sukses.
Terkait ranah apa yang mempunyai peluang tinggi di masa depan, ketiganya memiliki opini yang berbeda. Alexander mengatakan bahwa masa depan startup ada di ranah konten video karena infrastruktur akan menjadi lebih baik di masa depan. Sementara Nabila berpendapat bahwa ranah on-demand saat ini sedang menggairahkan. Dan terakhir, Patrick tetap percaya bila inti dari startup adalah memecahkan masalah rumit dalam kehidupan sehari-hari kita.
Artikel ini merupakan bagian dari liputan Tech Asia Jakarta 2015 yang berlangsung pada tanggal 11 dan 12 November. Ikuti seluruh liputannya di sini.
(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto)
The post Unicorn, Uang Digital, layanan 4G, dan Masa Depan Startup di Indonesia appeared first on Tech in Asia Indonesia.