Didirikan pada 2011, GrabTaxi merupakan startup asal Malaysia yang punya ambisi beroperasi di seluruh Asia. Perusahaan yang menyediakan layanan pesan taksi menggunakan aplikasi ini sudah tersedia di enam negara, yaitu negara asalnya, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, dan tentu saja Indonesia.
“Munafik jika kami bilang mencapai ini dengan sempurna. Banyak kesalahan dan kegagalan yang kami alami,” tutur Chief Marketing Officer GrabTaxi, Cheryl Goh.
Di pangggung Tech in Asia Jakarta 2015, Kamis (12/11), Cheryl berbagi tentang bagaimana GrabTaxi melakukan scaling tanpa mengorbankan kebahagiaan pengguna maupun karyawannya.
Cheryl bergabung dengan GrabTaxi sejak Agustus 2013 sebagai Group Vice President of Marketing. Sebelum dilirik banyak investor, GrabTaxi masih berupa perusahaan skala kecil dengan tim yang ramping. Kantornya pun masih menumpang di gudang kantor orang lain. Sebelumnya, selama satu dekade, ia punya karier yang tergolong mapan di beberapa startup dan perusahaan besar.
“Saat memutuskan bergabung dengan GrabTaxi, teman-teman menganggap saya sudah gila. Tapi, bagi saya, bergabung di sini sangat masuk akal,” kenangnya.
Terinspirasi Steve Jobs
Sometimes life hits you in the head with a brick. Don’t lose faith. I’m convinced that the only thing that kept me going was that I loved what I did. You’ve got to find what you love. And that is as true for your work as it is for your lovers. Your work is going to fill a large part of your life, and the only way to be truly satisfied is to do what you believe is great work. And the only way to do great work is to love what you do. If you haven’t found it yet, keep looking. Don’t settle.
Kutipan pidato terkenal Steve Jobs di Stanford University ini punya arti yang sangat dalam bagi Cheryl. Sebelum bergabung dengan GrabTaxi, ia merasakan betapa cara kerja transportasi umum kerap membuatnya frustrasi. Passion untuk memperbaikinya, yang dapat memberikan dampak positif bagi banyak orang, membuatnya merasa bergabung dengan startup yang ketika itu belum dikenal orang adalah pilihan tepat.
Saat awal bekerja, timnya di departemen marketing hanya satu orang. Kontras sekali dengan jumlah timnya saat ini yang terdiri dari 150 orang. Sebagai organisasi, dengan 1.000 karyawan di 20 kota di enam negara, pertumbuhan GrabTaxi, yang aplikasinya sudah terpasang di sembilan juta perangkat mobile, memang tergolong pesat.
Berpegang pada tujuan awal
Saat tumbuh semakin besar, segala hal yang dihadapi perusahaan akan semakin rumit. Cheryl mengatakan, ini membuat banyak perusahaan menjadi kehilangan arah. GrabTaxi pun sempat mengalaminya. Lalu, apa yang membuatnya bisa kembali ke jalur yang tepat.
“Kita harus punya tujuan yang jelas. Tujuan adalah elemen tak terlihat yang membuat kita maju ke arah yang benar. Saat ragu, tanyakan ini: ‘Kenapa tujuan kita begitu penting?’” kata Cheryl.
Tujuan menjadi alasan kenapa sebuah startup berdiri, yang akan tercermin dalam produk yang dibuat hingga orang-orang yang direkrut. Bagi GrabTaxi, mereka ada di bisnis bukan sekadar untuk mengantarkan orang dari satu lokasi ke lokasi lain. Seperti dijelaskan Cheryl, mereka eksis untuk “move the world forward, one ride at a time.”
Fokus pada hal utama saja
Bagaimana mereka melakukannya? Ada tiga hal yang menjadi fokus utama GrabTaxi: memberikan pengalaman berkendara yang aman, meningkatkan taraf hidup rekan mereka (pengemudi taksi, mobil, dan ojek), dan menghadirkan transportasi yang dapat diakses siapa saja.
“Ini mungkin terdengar terlalu luas, tetapi fokus ini mempengaruhi keputusan yang kami ambil, produk yang kami buat, dan bagaimana kami menjalankan bisnis ini,” jelas Cheryl.
Dari sisi keamanan misalnya, GrabTaxi tak segan berinvestasi agar penggunanya selalu merasa aman. Menurut Cheryl, GrabTaxi adalah perusahaan pertama yang mengizinkan penggunanya mengirimkan lokasi secara real-time, sehingga keberadaannya bisa diketahui oleh orang terdekat.
Proses rekrutmen pengendara, baik itu layanan GrabCar atau GrabBike juga tidak sembarangan. Memiliki SIM adalah syarat minimal yang harus dipatuhi pengendara untuk bisa menjadi rekan GrabTaxi. Sementara kompetitornya di salah satu negara, yang tidak disebutkan di mana, tidak menjadikan ini sebagai sesuatu yang penting.
“Meski ini membuat proses rekrutmen menjadi sulit, lama, dan menghabiskan lebih banyak biaya, kami tetap melakukannya. Karena pada akhirnya, kami bisa tenang mengetahui keamanan para pengguna akan terjamin,” kata Cheryl.
Untuk meningkatkan taraf hidup para pengendara, Cheryl mengatakan perusahaannya mengeluarkan investasi sebesar Rp27 miliar. Dana ini disebar dalam beberapa program seperti asuransi, beasiswa, dan pendidikan startup dan bisnis buat anak-anak pengendara.
“Tujuannya agar mereka bisa sukses dan berkontribusi ke masyarakat,” katanya.
Fokus terakhir, agar produk GrabTaxi bisa diakses oleh banyak orang, salah satu cara yang ditempuh adalah memperluas jaringan. Seperti diketahui, selain taksi, layanan transportasi on-demand lain yang disediakan adalah mobil dan ojek. Baru-baru ini, untuk membuat layanannya semakin terakses, GrabTaxi meluncurkan Grab Hitch, layanan nebeng mobil yang baru tersedia di Singapura.
“Tujuan layanan ini lebih untuk berbagi ongkos sekaligus mengurangi kemacetan dan dampak negatif polusi terhadap lingkungan,” tutur Cheryl.
Menutup presentasinya, Cheryl mengatakan bahwa bisnis terkadang bisa lebih berpengaruh dari agama dan pemerintahan. Ia pun berpesan agar memanfaatkan kekuatan ini untuk berkontribusi demi kepentingan bersama.
Artikel ini merupakan bagian dari liputan Tech Asia Jakarta 2015 yang berlangsung pada tanggal 11 dan 12 November. Ikuti seluruh liputannya di sini.
(Diedit oleh Lina Noviandari; sumber gambar: Emaunuele)
The post Bagaimana GrabTaxi Berkembang Pesat tanpa Mengorbankan Kepuasan Pelanggan dan Karyawannya appeared first on Tech in Asia Indonesia.