Tanggal 7 November 2015 lalu, berlangsung ajang terbesar bagi developer Indonesia yaitu GDG Prime 2015. Acara yang berlangsung di Telkom University, Bandung ini merupakan penutup dari tur Game Developers Gathering yang berlangsung di Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta pada pertengahan 2015.
Di antara berbagai acara yang berlangsung, salah satunya adalah YummyYummyTummy Challenge yang disponsori oleh penerbit game YummyYummyTummy yang kebetulan juga dimiliki oleh pendiri situs game Siliconera.
Diikuti oleh puluhan game dari belasan studio di Indonesia, kontes ini menunjukkan betapa beragamnya industri game di Indonesia. Meskipun masih bisa dibilang berusia cukup muda, game yang meramaikan ajang GDG kemarin sangatlah bervariasi. Mulai dari game mobile sampai ke game PC, dari game edukasi sampai ke game yang murni hiburan, dan yang paling menarik adalah adanya game yang berfungsi layaknya karya seni sampai ke game yang murni untuk bersenang-senang bersama.
Keseragaman ini semakin dibuktikan dengan dua pemenang YummyYummyTummy Challenge yang cukup klise. Satu pemenang berhasil dengan game yang sangat artsy, sedangkan satu lagi berhasil menang murni karena nilai fun yang dimilikinya. Mari kita bahas satu per satu dua game tersebut.
A Space for The Unbound
Game pertama yang memegang titel penghargaan adalah salah satu proyek Mojiken Camp dari Mojiken Studio. Game bertajuk A Space for The Unbound ini memiliki genre adventure dan berfokus pada penyampaian cerita “interaktif”. Apa yang dipamerkan Mojiken adalah bab prolog yang dirilis beberapa bulan lalu secara cuma-cuma dan juga dibundel dalam Mojiken Bandel.
Game ini bisa dibilang memiliki genre “puzzle“. Dengan mengikuti petunjuk yang disajikan melalui narasi game, kamu harus melakukan (atau tidak melakukan apapun) selama lebih dari lima menit untuk mendapatkan ending yang benar. Memang tidak banyak informasi yang bisa didapatkan dari “memainkan” prolognya saja, tapi dari trailer yang disajikan, sepertinya A Space for The Unbound memiliki potensi begitu besar untuk menjadi sebuah cerita interaktif yang amat sangat berkualitas.
Sebagai sebuah game, A Space for The Unbound jelas menyajikan konten “game” sungguhan yang sangat minim. Bahkan banyak orang mungkin tidak mau menganggap game ini sebagai game. Meskipun begitu, apa yang Mojiken sajikan dari segi audio, visual, dan presentasi secara keseluruhan sangatlah terpoles dengan baik.
Mojiken menyajikan sesuatu yang amat jarang berani disajikan oleh developer lokal, atau bahkan developer luar negeri sekalipun. Inilah yang membuat A Space for The Unbound bisa menjadi sebuah pengalaman yang spesial dan sangat unik. Mojiken tidak akan bisa menjadi “the next Supercell” ataupun “the next Rovio” dengan game yang sangat eksperimental seperti ini, tapi saya cukup yakin eksperimen artistik yang mereka lakukan bisa membawa Mojiken dan industri game Indonesia ke tempat yang lebih unik dan baik.
Project Angler
Pemenang lain dari YummyYummyTummy Challenge adalah Project Angler dari Dolanan Games. Game ini betul-betul berlawanan 180 derajat dengan A Space for The Unbound dari Mojiken. Jika Mojiken menyajikan pengalaman dengan gameplay minim namun polesan presentasi maksimal, maka Dolanan menyajikan sebuah game dengan presentasi yang sangat minimalis namun dengan gameplay maksimal.
Dalam Angler (nama belum final dan masih ada kemungkinan perubahan nama serta fitur), kamu akan bermain sebagai sebuah lingkaran bersama temanmu. Jumlah pemain maksimal untuk satu sesi adalah empat orang. Masing-masing pemain akan mengendalikan satu lingkaran yang diwakili dengan warna yang berbeda.
Tugasmu di sini adalah mengumpulkan bola-bola kecil yang tersebar di arena, lalu menembakkannya ke lawan kamu. Jika tembakanmu kena lawan, kamu akan mendapatkan satu poin, sedangkan jika kamu kena tembak maka kamu akan kehilangan satu poin. Pemain yang pertama mencapai nilai gim dianggap sebagai pemenang.
Presentasi minimalis yang disajikan Angler sebenarnya tidaklah jelek, tapi jelas bukan merupakan sesuatu yang bisa menjadi nilai jual dari Angler. Seluruh desain minimalis yang ada benar-benar cukup seadanya untuk mendukung jalannya permainan tetap menyenangkan. Meskipun akan lebih bagus lagi jika indikator pemain tidak terbatas di warna saja demi kenyamanan gamer yang memiliki batasan penglihatan warna.
Secara sepintas, serunya pengalaman yang saya rasakan ketika bermain Angler cukup mengingatkan saya dengan game Starwhal, sebuah game simpel tapi dengan gameplay sangat padat dan bisa menjadi sempurna untuk dimainkan bersama-sama dalam satu layar.
Angler sukses menyajikan sebuah pengalaman yang begitu mendasar dalam video game yaitu fun. Dan meskipun game yang terkesan artistik bisa memberikan warna tersendiri di industri ini, kita semua jelas masih sangat membutuhkan game seperti Angler di mana kesenangan bermain menjadi tujuan utama.
Demikianlah dua game pemenang YummyYummyTummy Challenge yang sangat bertolak belakang ini. Jika kamu bertanya-tanya, kenapa game yang berskala kecil bisa mengalahkan begitu banyak game lain yang memiliki skala besar, jawabannya bisa jadi terletak pada polesan akhir yang dimiliki game bersangkutan.
Tapi melihat bagaimana bervariasinya skala game, arah pengembangan, dan gaya mendasar dari seluruh game yang dipamerkan di GDG Prime 2015, sepertinya moto negara kita yaitu Bhinneka Tunggal Ika bisa juga diterapkan di industri ini. Meskipun banyak perbedaan, tapi tujuannya satu … kemajuan industri game dalam negeri.
Bagaimana pendapatmu sendiri? Apakah dua game di atas pantas untuk mendapatkan apresiasi dibandingkan dengan puluhan game lain asal Indonesia? Sampaikan pendapatmu melalui kolom komentar di bawah.
The post Dua Game Ini Menjadi Bukti Bagaimana Industri Game Indonesia Berkembang ke Arah Bhinneka Tunggal Ika appeared first on Tech in Asia Indonesia.