Quantcast
Channel: Tech in Asia
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6222

Review The Coma – Menakutkan di Tempat yang Salah

$
0
0

Pertama kali melihat screenshot The Coma, saya langsung berminat dengan game ini. Mulai dari premis horor side-scrolling dengan latar belakang di sekolah, sampai ke visual yang entah mengapa sangat mengingatkan saya dengan game The World Ends With You. Jadi, begitu mendapatkan kesempatan untuk menjajal The Coma langsung dari developernya, tentu saja saya tidak melewatkannya begitu saja.

Tapi apakah premis dan visual yang begitu menjanjikan saja cukup untuk menjadikan The Coma sebagai game untuk dimainkan? Cek ulasan lengkapnya di bawah.

Dua Alam, Dua Dimensi

The Coma | Screenshot (1)

The Coma dikembangkan oleh tim Devespresso Games dari Korea Selatan. Layaknya DreadOut yang dikembangkan orang Indonesia dan berlatar belakang di Indonesia juga, The Coma pun menggunakan sekolah di Korea Selatan sebagai latar belakangnya.

Di sini kamu akan berperan sebagai Youngho, seorang siswa kelas 1 SMA dengan prestasi akademis yang sangat buruk. Hari Youngho dimulai dengan berbagai kejadian sangat aneh, mulai dari bertemu dengan wanita misterius yang berdiri sendiri di depan sekolahnya, menghadapi teman sekolahnya yang dilarikan ke rumah sakit karena nyaris bunuh diri semalam di sekolah, serta harus menghadapi ujian yang tidak bisa dia kerjakan sama sekali hari itu.

The Coma | Screenshot (2)

Rentetan kejadian aneh itu dibuat semakin aneh ketika Youngho tiba-tiba saja tertidur dan terbangun ketika tengah malam di sekolahnya tersebut. Lebih parahnya lagi, dia tidak sekadar tertinggal tengah malam di sekolah, karena sekolahnya di malam hari jelas menyimpan begitu banyak misteri yang sangat mengerikan.

Tugas kamulah sebagai Youngho untuk menemukan apa yang sebenarnya terjadi dengan dirimu dan menemukan jalan keluar melalui koridor-koridor dua dimensi di sekolahnya.

Koridor-Koridor

The Coma | Screenshot (3)

Memang cukup sulit menghasilkan sebuah pengalaman yang betul-betul orisinal dalam game horor 2D. Tidak mengherankan jika ketika memainkan game ini kamu akan langsung teringat dengan game horor 2D lain seperti Lone Survivor, Home, Ascension, Neverending Nightmare, dan lain-lain.

Dalam game ini yang perlu kamu lakukan hanyalah berjalan sepanjang koridor, masuk ke berbagai ruang kelas dan ruangan-ruangan umum lainnya yang biasa ada di sekolah, mengumpulkan barang-barang yang dapat menyelamatkan nyawamu, membaca nota-nota yang dapat memberikan kejelasan pada cerita penuh misteri, dan yang paling penting … menghindari guru psikopat yang berusaha menghabisimu secara sadis.

Kamu hanya dibekali dengan benda-benda konsumsi untuk mengembalikan nyawa dan energi serta uang recehan yang bisa dipakai untuk membeli benda-benda tersebut. Selain itu, kamu juga memiliki senter yang bisa membantumu melihat dalam gelap serta (sayangnya) membantu musuh untuk lebih mudah menemukanmu.

The Coma | Screenshot (4)

Kamu akan sering sekali bersembunyi dalam lemari seperti ini

Jika kamu mulai bertanya-tanya apa senjata yang bisa kamu gunakan, jawabannya adalah … tidak ada. Untuk bertahan hidup kamu hanya bisa berlari atau bersembunyi di lemari dan kamar mandi. Jadi jangan harap kamu bisa mengubah genre game ini menjadi action seperti yang terjadi ke beberapa seri Resident Evil terakhir.

Sejauh ini The Coma masih terdengar sangat menjanjikan bukan? Sayangnya premis yang begitu bagus ini harus dirusak dengan desain misi yang amat sangat menyusahkan pemainnya. Misi-misi yang ada di sini rata-rata hanya sekadar pergi ke kelas X, kembali ke ruang Y, ambil sebuah benda di kelas yang terletak di dekat kelas X, kembali lagi ke ruang Y, dan seterusnya. Desain buruk ini membuat saya lebih takut kepada apa yang akan ditugaskan berikutnya daripada kepada teror yang benar-benar menghantui karaktermu.

The Coma | Screenshot (6)

Masalah lain juga terletak di peletakan teror yang tersebar. Guru psikopat yang mengincarmu selalu berkeliaran di koridor-koridor. Masalahnya, cukup banyak hal-hal menarik yang bisa kamu baca di koridor tapi kamu tidak akan mendapatkan kesempatan untuk melakukannya.

Hal ini semakin diperparah dengan fakta bahwa dunia game tidak berhenti ketika kamu membuka menu atau sedang membaca tulisan-tulisan yang tersebar di koridor. Tidak jarang saya harus menekan tombol Space terus menerus agar teks panjang yang tengah saya baca lekas selesai, sedangkan karakter saya sedang sibuk ditikam habis-habisan oleh seorang psikopat.

Teks yang muncul di saat yang tidak tepat tidak hanya membuat saya mati dihabisi oleh psikopat saja, ketika nasib Youngho tengah genting-gentingnya, sempat-sempatnya keluar event tidak penting tepat di tempat tanaman beracun tumbuh dan menyerang dia. Penempatan event yang tidak tepat ini terjadi terlalu sering dalam game dan jelas meninggalkan kesan yang begitu buruk ketika saya bermain.

Layaknya Sebuah Komik

The Coma | Screenshot (5)

Kualitas visual adalah hal pertama yang menarik perhatian saya akan The Coma, dan jujur saja ekspektasi saya cukup turun ketika melihat game ini langsung. Saya tidak mengatakan kalau The Coma memiliki kualitas visual yang buruk ya, hanya saja game ini jelas bisa dimaksimalkan dengan amat lebih jauh lagi untuk urusan grafis.

The Coma memiliki gaya gambar layaknya komik berwarna. Karakter-karakter yang ada didesain dengan keren dengan pemilihan warna yang sangat baik. Sayangnya hal ini dirusak dengan animasi yang kurang halus, terutama ketika karakter kita berlari. Meskipun begitu, tim Devespresso tetap bisa menampilkan detail-detail minor seperti tatapan penuh teror di mata Youngho ketika dia berjalan-jalan mengelilingi sekolahnya.

Jika kamu adalah penggemar gaya gambar ala komik Jepang atau Korea, dijamin kamu akan cukup terhibur dengan The Coma. Tapi layaknya Ghosts of Memories yang belum lama ini diulas Risky, terkadang visual saja sangat tidak cukup untuk menutupi gameplay yang membosankan dan sangat menyusahkan pemainnya.

Kesimpulan

The Coma | Screenshot (7)

The Coma adalah sebuah game dengan potensi sangat besar, yang sayangnya dirusak oleh gameplay jauh dari kata solid. Jika The Coma buruk karena bug, maka tim developernya bisa memperbaikinya dengan mudah, tapi game ini buruk karena sesuatu yang lebih mendasar yaitu inti dari gameplay. Memperbaiki hal tersebut sama saja seperti membuat game baru.

Dengan harga penuh, saya kurang menyarankan kamu untuk menjajal The Coma. Tapi jika game ini mendapatkan diskon dan kamu butuh hiburan horor yang cukup bikin deg-degan tapi tidak terlalu membuat ketakutan, maka The Coma akan menjadi sebuah game yang sempurna untukmu.

The post Review The Coma – Menakutkan di Tempat yang Salah appeared first on Tech in Asia Indonesia.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6222

Trending Articles