Saat ini video game masih bisa dikategorikan sebagai industri yang cukup muda di Indonesia. Meskipun sudah eksis dari akhir tahun 90-an, di Indonesia perusahaan yang berkecimpung di bidang game masih dikuasai oleh penerbit game online serta perusahaan-perusahaan yang menerima pekerjaan outsourcing game untuk perusahaan asing. Baru tujuh tahun terakhir ini developer game lokal semakin terdengar dengan beberapa properti intelektual sendiri yang dirilis untuk platform web berbasiskan Flash.
Di antara berbagai developer lokal yang bermunculan, ada satu developer yang mengambil jalur yang cukup berbeda dibandingkan dengan developer lainnya. Developer yang saya maksud adalah Own Games dari Bandung. Yang membuat mereka berbeda bukanlah platform yang menjadi target perilisan, tapi justru bagaimana mereka berusaha untuk menjadi Rovio versi Indonesia melalui karakter yang mereka kembangkan.
Dimulai dari Sebuah Lomba
Sudah bukan hal baru jika sebuah startup, apalagi startup game, lahir dari proyek iseng-iseng co-founder untuk mengikuti sebuah lomba. Sama halnya dengan Own Games yang berdiri di penghujung 2011. Semua dimulai ketika Eldwin Viriya yang waktu itu berprofesi sebagai dosen junior berusaha mencari kegiatan untuk mengisi waktu luangnya. Saat itu Eldwin mengajar pemrograman di Universitas Parahyangan (Unpar), Bandung.
Eldwin pun memutuskan untuk mulai membuat game. Tidak lama setelah itu, tepatnya di akhir tahun 2011, Nokia mengadakan kontes Mobile Game Developer War 2 untuk platform J2ME Nokia.
Saat mengikuti kontes ini, Eldwin mengajak adik kandungnya, Jefvin Viriya, sebagai partner. Saat itu Jefvin masih duduk di bangku kelas 3 SMA dan memiliki minat untuk belajar programming demi mengetahui seberapa cocoknya dia dengan dunia IT.
Dalam tim adik-kakak tersebut, Eldwin menangani urusan aset grafis dan engine utama game, sedangkan Jefvin membantu urusan coding dan balancing game. Ternyata, keduanya sukses terpilih menjadi pemenang dengan game Beyond the Well. Dari sinilah keduanya memutuskan untuk menjadi developer game.
Satu untuk Semua
Satu hal paling mencolok dari Own Games adalah karakter lucu bernama Tako. Agak sulit mencari informasi soal Own Games tanpa melihat wujud dari Tako. Dia hadir dalam berbagai merchandise, sebagai karakter utama dari kebanyakan game yang Own Games kerjakan, dan tentunya menjadi figur maskot dari Own Games itu sendiri.
Eldwin membuat karater Tako untuk sebuah kontes animasi ketika dia duduk kelas 3 SMA dan sudah muncul dari game pertama Own Games yang dikembangkan untuk kontes besutan Nokia yang suda disebutkan sebelumnya.
Hal ini jelas cukup berbeda dengan beberapa developer lokal yang sepertinya lebih konsentrasi untuk menghasilkan game demi game tanpa karakter yang menjadi ciri khas. Meskipun ada juga developer lain yang cukup serius menggunakan karakter orisinal mereka dalam game, seperti Agate Jogja, tapi rasanya jarang yang seserius Own Games dalam mengenalkan Tako dan Kawan-Kawan ke khalayak ramai.
Ketika ditanya apa alasan mereka untuk mencoba menggarap secara serius pengembangan karakter lebih intens daripada developer lokal lainnya, Eldwin mengungkapkan sebenarnya ada banyak alasan di baliknya. Tapi alasan utama yang dia ungkapkan adalah efek domino yang diharapkan bisa lahir dari karakter Tako ini.
“Kami berpikir jika ada satu saja game yang cukup hit dengan karakter Tako dan Kawan-Kawan, tentunya efek berantai bisa dicapai dengan game lainnya,” ujar Eldwin.
Dia mengambil karakter Mario milik Nintendo dan karakter Angry Birds milik Rovio sebagai contoh ideal efek berantai ini bisa sukses. Dengan Mario Nintendo bisa menjamah berbagai genre game, mulai dari platformer, fighting, balapan, party game, sampai dengan RPG sekalipun. Hal yang sama pun juga berlaku dengan Rovio yang sukses mendapatkan perhatian di ranah mobile dengan game bergenre puzzle, balapan, match-3, dan juga RPG.
Selain untuk mengincar efek domino tersebut, diharapkan juga karakter yang kuat dapat membantu mereka untuk lebih mudah menyelami media kreatif lain selain video game.
Saat ini sendiri Tako dan Kawan-Kawan tidak hanya eksis terbatas di video game saja. Own Games telah menghadirkan karakter mereka ini dalam wujud komik strip di laman resmi Own Games di Facebook, sebuah animasi singkat Tako dan Kawan-Kawan menyanyikan lagu “Dari Sabang sampai Merauke” dalam rangka merayakan ulang tahun Indonesia ke-70, serta berbagai jenis merchandise seperti pin, stiker, dan kaus yang bertemakan Tako dan Kawan-Kawan yang menggunakan beragam pakaian adat khas Indonesia.
Ketika ditanya apakah mungkin seandainya Tako dan Kawan-Kawan memperoleh kesuksesan di media lain, maka Own Games akan meninggalkan industri game sepenuhnya dan fokus di media-media alternatif tersebut saja, Eldwin hanya menjawab “apabila sukses, ekspansi ke media lain sudah pasti dilakukan, namun tentu saja produksi video game tidak akan berhenti.”
Sesudah Tako, Lalu?
Sampai tahun 2015 ini, Own Games sudah merilis beberapa game yang hampir semuanya terdapat karakter Tako dan Kawan-Kawan di dalamnya. Tim mereka juga sempat berkembang menjadi lima orang, dengan Eldwin berperan sebagai kepala studio dan lebih sibuk mengurus legal dan operasional, sedangkan Jefvin fokus melakukan coding bersama dengan programmer yang lain.
Pada Juni 2015, Own Games kembali ke formasi dua orang antara Eldwin dan Jefvin. Keputusan ini diambil karena mereka ingin menyiapkan beberapa hal sebelum tancap gas lagi tahun depan.
Kepopuleran Tako dan Kawan-Kawan jelas masih jauh di bawah Mario ataupun Angry Birds, namun usaha untuk mengembangkan properti intelektual mereka sendiri melalui Tako jelas mengajarkan banyak sekali hal kepada kakak beradik Viriya.
Sambil mengembangkan Tako dan Kawan-Kawan lebih lanjut, Own Games juga sudah mulai menggodok properti intelektual baru terus-menerus.
“Tako dan Kawan-Kawan sudah kami kembangkan terus-menerus selama empat tahun, kami ingin IP baru kami bisa sematang mungkin dengan memaksimalkan pengalaman-pengalaman yang kami dapat dari mengembangkan Tako,” tutup Eldwin.
Butuh hampir seratus tahun setelah Nintendo berdiri sebelum mereka menciptakan Mario, dan butuh lebih dari lima puluh game sebelum Rovio melahirkan Angry Birds. Melihat usianya yang begitu muda dan prestasi yang telah dicapai, Own Games jelas menyimpan potensi besar untuk menjadi salah satu studio yang menjadi ujung tanduk industri game di Indonesia layaknya Nintendo di Jepang dan Rovio di Finlandia. Bagaimanapun wujudnya properti intelektual baru dari Own Games nanti, perjalanan mereka jelas masih sangat panjang.
The post Bagaimana Developer Game Asal Bandung Ini Berniat untuk Meraih Kesuksesan dengan Karakter Mereka appeared first on Tech in Asia Indonesia.