Wanita terjun ke ranah e-commerce? Rasanya sudah biasa. Namun bagaimana bila e-commerce yang dijalani menjual barang-barang yang cukup tabu dibicarakan bagi sebagian orang? Grace Natalia mendirikan Asmaraku, e-commerce yang khusus menjual produk perlengkapan seks. Seperti apa perjalanan wanita yang sempat bekerja sampai ke negeri Paman Sam ini di ranah kewirausahaan? Oh ya, ia juga mengaku sebagai seorang wanita yang workaholic lho. Simak penuturannya kepada Tech in Asia.
Mimpi sedari belia
Tidak semua orang tua mendukung pilihan anaknya. Termasuk dalam urusan berkarier, sebagian orang tua mungkin akan lebih senang bila buah hatinya mendapat pekerjaan bergengsi di perusahaan besar. Namun lain halnya dengan orang tua Grace. Sejak dulu, ia dibesarkan di lingkungan yang membuatnya mantap untuk melangkah di ranah entrepreneur.
Di sisi lain, jiwa Grace sejak belia juga seolah sudah terpatri dengan semangat wirausaha. Ia suka dengan sesuatu yang cepat dan penuh tantangan.
Setiap hari ada pelajaran baru, potensi ketika masuk ke dunia startup itu tidak ada batasnya, jauh berbeda dengan bekerja di perusahaan. Risk and rewardnya jauh lebih besar dan saya suka hal-hal yang dinamis.
Grace juga beruntung mendapatkan kesempatan studi di luar negeri, kesempatan menuntut ilmu di Singapura dan Amerika Serikat mengantarkannya pada kesempatan untuk bekerja di negeri Paman Sam itu. “Ditambah kesempatan bekerja di Office Fab dan Lazada yang merupakan bagian dari Rocket Internet, saya makin mantap untuk mewujudkan cita-cita saya,” jelasnya.
Ranah e-commerce dipilihnya setelah melihat potensi pasar yang ada di tanah air saat ini. Ia pun melihat adanya celah di pasar yang mungkin tadinya terbilang tabu bagi sebagian orang. “Pembelian barang romantic di Indonesia perlu diubah dari yang awalnya malu-malu menjadi lebih informatif melalui toko online,” lanjutnya.
Kaget vs Passion
Meski mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat, langkah Grace di ranah entrepreneur tidak lantas terus mendulang komentar positif. Ia mengaku saat pertama kali mendirikan Asmaraku, orang-orang di sekitarnya kaget.
Kalau ditanya pengalaman paling berkesan, momen ketika saya mengutarakan akan memulai Asmaraku. Tentu saja banyak orang yang kaget, mulai dari keluarga sampai teman.
Rasanya wajar bila orang berpikir demikian, maklum saja apa yang ditawarkan Asmaraku tidak seperti toko online kebanyakan. Dari mulai pakaian dalam sampai lubricant bisa Anda temukan di sana. Namun kultur keluarga yang terbuka, cenderung mendukung Grace. “Ini yang membuat startup saya berkembang cukup cepat. Di sisi lain saya juga berhasil mewujudkan sesuatu yang berawal dari passion,” tambahnya.
Berkaca dari orang tua
Ada pepatah yang mengatakan, “Buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya”, hal ini nampaknya juga berlaku bagi Grace. Berbeda dengan sang anak yang mengenyam pendidikan tinggi dan bergengsi, kedua orang tua Grace justru tidak lulus SMP.
Beruntung, pendidikan yang rendah tidak lantas membuat pemikiran sempit. Tak heran bila Grace menganggap orang tua sebagai inspirator dalam perjalanan karierrnya “Perjuangan dalam memberikan peluang edukasi kepada saya dan adik-adik saya membuat saya sangat terinspirasi. Selain itu mereka juga selalu menanamkan semangat belajar dan rendah hati, karena di atas langit masih ada langit,” ujarnya.
Mengintip ruang kerja Grace
Salah satu faktor yang menentukan kenyamanan dan kualitas dalam bekerja adalah ruang kerja. Ada yang menyukai ruang kerja yang hening sehingga minim gangguan, ataupun sebaliknya, bekerja bersama dengan kondisi yang cukup ramai. Bagaimana dengan ruang kerja Grace? Ia menuturkan bahwa ia menggunakan konsep open office di kantornya.
Tidak ada ruang kerja khusus untuk saya, bahkan mejanya bisa berpindah-pindah tergantung saya akan bekerja sama dengan tim apa. Konsep ini mempermudah komunikasi dan sangat mendukung kolaborasi antar tim.
Menurut Grace, semua partner kerjanya di Asmaraku adalah pemompa produktivitasnya. “Timnya heboh, tapi fokus dalam menyelesaikan banyak pekerjaan dalam waktu singkat,” ujarnya.
Membaca, olahraga, dan travelling
Cara mengawali hari dipercaya akan menentukan kualitas aktivitas Anda hari itu. Grace sendiri biasa menghabiskan waktu 30 menit setiap harinya untuk membaca sebelum beraktivitas. “Apa yang saya baca bervariasi, mulai dari berita hingga beragam artikel yang ada hubungannya dengan pekerjaan atau tidak.” ucapnya.
Belakangan, Grace juga mengaku mencoba bangun lebih pagi agar ada waktu untuk berolahraga sebelum pergi ke kantor. “Semuanya saya lakukan demi mencari formula work life balance,” ujarnya.
Di saat tidak mengurus bisnis, Grace biasanya travelling. Hal ini dilakukannya setiap bulan secara rutin. “Saya selalu ingin menjelajahi tempat baru dan mempelajari kultur orang-orang yang tinggal di sana,” tuturnya. Grace juga memiliki peta kota-kota mana saja yang sudah pernah ia kunjungi. “Masih banyak sih yang belum, termasuk beberapa kota di Indonesia,” lanjutnya.
Kengerian akan workaholic
Apakah Anda menghabiskan waktu lebih dari 18 jam sehari untuk bekerja? Bila jawabannya ya, bukan tidak mungkin Anda sudah masuk dalam golongan workaholic. Sebagai wanita karier, Grace juga mengaku sangat gila kerja. Tak jarang kesibukannya menyita waktu untuk keluarga. “Ini membuat saya kadang tenggelam dalam kesibukan. Sejak bangun tidur sampai saya mau tidur lagi, nyaris saya selalu memikirkan Asmaraku. Bahkan ketika ada waktu senggang pun saya masih bekerja. Laptop selalu saya bawa kemana pun,” tuturnya.
Rutinitas ini tentu membuatnya khawatir, ia mengaku hanya dapat bertemu dengan keluarga pada akhir minggu saja meski tinggal di rumah yang sama. Meski begitu, ia mengaku selalu menempatkan keluarga dan kesehatan di atas segalanya. “Setidaknya saya harus menyempatkan waktu untuk bersama keluarga dalam beberapa jam setiap minggunya. Saya juga tidak pernah melewatkan tanggal penting. Tanpa kesehatan dan keluarga, apa yang saya kerjakan sekarang tidak akan berarti,” tandasnya.
(Diedit oleh Lina Noviandari)
The post Founder Stories Asmaraku: “Saya Adalah Wanita Workaholic, Tapi…” appeared first on Tech in Asia Indonesia.