Bulan Ramadan di tahun ini sudah berjalan lebih dari seminggu. Karenanya saya merasa ini adalah momen yang pas untuk menghadirkan sosok founder startup yang lekat dengan umat Muslim. Di tengah kesibukannya, Andreas Sanjaya selaku Founder Badr Interactive, menyempatkan untuk berbincang dengan Tech in Asia mengenai perjalanan kewirausahannya. Apa saja yang menarik? Langsung saja simak penuturannya.
Kala muda (masih) biasa
Masa muda pria yang akrab disapa Jay ini diakuinya “hanya” memiliki cita-cita yang berorientasi pada diri sendiri. “Sebelum kuliah itu cita-cita saya hanya sebatas bisa berkuliah, bekerja, berkeluarga, dan hidup bahagia,” ujarnya membuka percakapan. Meski begitu, jiwa entrepreneur sudah mulai tertanam di dirinya sejak masih SD. “Saya dari dulu kebetulan gemar menggambar komik dan sudah mulai menjual salinannya,” imbuhnya.
Namun kondisi perkuliahan mengubah kondisi tersebut, Jay mulai mengikuti organisasi kampus dan sempat menjadi Wakil Ketua BEM Fakultas Ilmu Komputer UI dan juga anggota Majelis Wali Amanat UI. Prestasi akademis Jay juga bisa dibilang membanggakan, terbukti dengan terpilihnya ia menjadi runner up mahasiswa berprestasi UI. Sementara di ranah sosial ia sempat menginisiasi gerakan social entrepreneur yang memberdayakan masyarakat mantan penderita kusta bernama Nalacity Foundation.
Perjalanan Jay selama kuliah membuatnya sadar bila ia harus tidak hanya memikirkan diri sendiri, namun juga lingkungannya. “Itu menjadi visi hidup saya, dan untuk bisa memberikan manfaat yang besar bagi orang lain, kita harus memiliki kapasitas dan kredibilitas yang besar pula,” jelas Jay. Di tahun terakhir perkuliahannya Jay juga mendirikan Badr Interactive, yang sekaligus menjadi startup pertamanya.
Belajar dari ayah
Bagi sebagian orang, inspirator adalah mereka yang memiliki nama-nama besar, namun ada juga yang menjadikan orang-orang terdekat sebagai role model. Jay termasuk kategori yang kedua. Ia mengaku banyak belajar dari ayahnya. “Pendidikannya memang hanya sampai SMP, namun tekadnya kuat. Dari pedagang kacang, supir bajaj, dan akhirnya menjadi entrepreneur di bidang elektronika,” paparnya.
Jay juga mengakui bila sang ayah memiliki semangat pantang menyerah. “Bisnis yang dirintis ayah saya sempat hancur karena kebakaran hebat yang hanya menyisakan hutang. Namun ternyata beliau tidak putus semangat untuk merintis kembali dari awal. Modal dan aset boleh habis, tapi kredibilitas dan kapasitas takkan habis dimakan oleh kebakaran tersebut,” kenang Jay.
Empat bulan “puasa”
Tidak sedikit entrepreneur yang memulai usahanya dengan modal nol. Meski ada juga yang sudah mendapat suntikan pendanaan sehingga lebih leluasa dalam menjalankan bisnisnya. Pun demikian dengan Jay, ia mengaku memulai Badr Interactive dengan modal usaha keras dan keinginan belajar bersama dua co-founder lainnya. “Tidak ada modal, kantor, karyawan, atau pengalaman,” jelasnya.
Dengan kondisi tersebut, di awal perintisan Badr Interactive, Jay dan teman-teman setimnya harus “puasa” selama empat bulan lebih. “Tidak ada penghasilan sama sekali,” ujarnya. Namun hal ini tidak lantas membuatnya patah arang. “Kami hanya berfokus untuk mencapai sebuah visi yang dari awal menjadi mimpi kami,” jelasnya. Pengalaman di masa sulit tersebut menjadi momen tak terlupakan bagi Jay. “Semua kenangan penuh tantangan itu akan selalu kami ingat,” tambahnya.
Bekerja secara “nomaden”
Saat ini tentu saja Badr Interactive sudah memiliki ruang kerja yang jauh lebih layak dibanding pada saat awal perintisannya dulu. Jay sendiri merancang kantor yang santai dan mendukung munculnya inspirasi dan sekaligus memancing interaksi. “Kantor kami juga terletak di hamparan tanah yang banyak pohon dan tanaman sehingga menyejukkan, di belakangnya ada musala besar yang memungkinkan kami bisa beribadah bersama-sama,” jelas Jay.
Meski begitu, Jay tidak memilih untuk memiliki ruangan atau meja khusus bagi dirinya. Ia lebih memilih untuk bekerja secara berpindah-pindah. “Di setiap ruangan yang ada saya bisa bekerja di sana,” ujarnya.
Membaca dan olahraga
Bagi Jay, ada dua hal yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupannya, membaca dan olahraga. Tak mengherankan bila ia setiap hari harus melakukan olahraga sebelum beraktivitas sekitar 30 menit. “Itulah yang membuat daya tahan tubuh saya tetap baik meski badan saya kurus,” ujarnya. Menurutnya, kesehatan adalah modal utama penunjang produktivitas. “Kalau badan bugar kita bisa bekerja dengan porsi yang lebih tinggi ketimbang orang kebanyakan,” tambahnya.
Mengenai kebiasannya membaca, hal ini diakui Jay dilakukan untuk memperluas pandangan dan menambah ilmu baru. Saat ini, ia tengah membaca How to Build Billion Dollar App dari George Berowsky dan novel Ayah karya Andrea Hirata. Di waktu luang lainnya Jay terkadang menonton film. Beberapa judul favoritnya adalah Crocodile in The Yangtze dan film serial Jepang Change.
”Saya takut bila…”
Sebagai seorang entrepreneur, ketakutan adalah “teman dalam perjalanan”. Jay pun tidak menampik hal ini. Ia mengaku takut bila ada pihak-pihak yang dirugikan dan diperlakukan tidak adil. “Banyak interaksi dari internal maupun eksternal perusahaan sendiri, dan tentunya ada beragam kerja sama. Jadi besar kemungkinan ada orang yang terampas haknya atau dirugikan secara tidak adil oleh kami,” beber Jay.

Jay dan Tim Badr Interactive
Untuk mengatasi hal ini, Jay memiliki tips tersendiri. “Saya memiliki tim yang solid visi dan prinsipnya. Ini menjadi ‘forum’ untuk sharing apa yang akan dan telah dilakukan. Mereka sangat bisa diandalkan dan juga membuat saya merasa tenang,” jelasnya.
Kepada pelaku startup baru dan mereka yang baru akan menceburkan diri ke ranah entrepreneur, Jay menyelipkan pesan singkat:
Dalam petualangan membangun bisnis, milikilah visi yang kuat dan sangat ingin kita capai, jalani dengan cara yang baik, kerja keras, pantang menyerah, dan senantiasa terbuka untuk mau belajar lebih baik lagi, kegagalan terbesar sekalipun takkan pernah terasa sangat merugikan dan keberhasilan terkecil sekalipun akan menghasilkan kepuasan berlipat.
(Diedit oleh Lina Noviandari)
The post Founder Stories Badr Interactive: Antara Masa Muda yang “Biasa” dan Empat Bulan “Puasa” appeared first on Tech in Asia Indonesia.