Quantcast
Channel: Tech in Asia
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6222

Jaka Wiradisuria Menuturkan Cerita di Balik Tutupnya Valadoo

$
0
0

Akhir April 2015 lalu, situs marketplace layanan travel di Indonesia, Valadoo, menyatakan telah menutup layanannya. Startup ini termasuk salah satu pionir di ranah travel, namun akhirnya harus “tergulung ombak”.

Kepada Tech in Asia, Co-Founder Jaka Wiradisuria menuturkan perihal kondisi sebenarnya yang terjadi selama lima tahun eksistensi Valadoo.

Berkembang tanpa arah yang pasti

Pada saat Valadoo berdiri di penghujung 2010, industri startup travel di tanah air masih terbilang sepi pemain. Jaka Wiradisuria bersama tiga partnernya melihat adanya celah di ranah ini. “Awalnya kami mau membuat situs daily deal, tapi akhirnya kami merasa akan lebih cocok kalau fokus di ranah travel saja,” jelas Jaka.

Di dua tahun awal perjalanannya, bisa dibilang perkembangan Valadoo tidak istimewa, namun masih bisa dikatakan baik. Awalnya mereka sedikit kurang menghiraukan perihal pertumbuhan ini, terlebih dengan adanya pendanaan tahap awal (seed funding) dari Wego. “Besarannya tidak bisa disebutkan, namun angkanya cukup lumayan untuk pendanaan awal,” lanjutnya.

Setahun berselang, barulah Jaka bersama partnernya melihat ada kekeliruan yang selama ini nyaris tidak dihiraukan. “Bisnis model kami tidak pasti, dan penyesalan selalu datang terlambat,” katanya.

Merger yang tetap membuat keteteran

Di bulan Agustus 2014, Valadoo memutuskan merger dengan Burufly. Menurut Jaka, keputusan ini diambil untuk menekan biaya marketing. “Sebelumnya biaya marketing kami sangat tinggi. Salah satunya adalah ketika menjalin kerja sama dengan MalesBanget.com.

Awalnya Jaka dan tim ingin melakukan pendekatan terhadap konsumen muda. “Namun ternyata strategi tersebut masih kurang membuahkan hasil,” ujarnya. Melihat kondisi tersebut, tim Valadoo mulai mencari cara untuk membuat sistem marketing yang lebih efisien. “Kami merasa perlu adanya elemen media sosial di layanan kami. Karena Burufly mengusung layanan layaknya Pinterest untuk travel di tanah air, maka kami memutuskan untuk melakukan merger,” imbuh Jaka.

Namun keputusan ini ternyata tidak berjalan seperti rencana di atas kertas. “Ada beberapa elemen yang tidak kami perhitungkan sebelumnya. Ada dua kultur yang berbeda, pun demikian dengan ekspektasinya,” tutur Jaka. Kondisi tersebut diperparah dengan adanya perbedaan penggunaan teknologi pada Valadoo dan Burufly. “Yang satu menggunakan Drupal, sementara layanan lain menggunakan Django. Dua platform ini ternyata tidak bisa digabungkan begitu saja,” jelasnya. Imbas dari masalah ini adalah fitur sosial mereka terus tertunda, bahkan tidak sempat diimplementasikan sampai akhir masa operasinya. “Targetnya sendiri akan bisa dilakukan pada Februari atau selambatnya Maret kemarin, namun kenyataan bicara lain,” ujar Jaka.

Dengan ditundanya penambahan fitur ini, bisa dibilang merger Valadoo dan Burufly nyaris tidak memberikan dampak apa pun. “Karena layanan sosial baru tersebut belum sempat diimplementasikan, kami tidak bisa memastikan bagaimana efeknya,” sambung Jaka.

Perjalanan bersama Wego

Pendanaan dari Wego memang seolah menjadi angin segar bagi Valadoo. Namun lagi-lagi Jaka dan timnya dihadapkan pada kenyataan bila perjalanan mereka memiliki banyak batu sandungan. “Bagaimanapun, Wego adalah salah satu pihak yang sangat berjasa bagi kami. Mereka menaruh kepercayaan kepada saya, seperti halnya staf saya mempercayai saya untuk memimpin Valadoo,” ujarnya.

Setelah mengambil keputusan yang berat untuk menutup Valadoo, Jaka enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai aset perusahaannya yang tersisa. Satu hal yang pasti, situs Valadoo masih bisa diakses namun tidak berfungsi.

Travel di tanah air selalu berada di area “abu-abu”

Tidak dipungkiri bila tutupnya Valadoo membuat Jaka pesimis melihat peluang di ranah travel lokal. Namun ia sendiri mengaku masih belum tahu secara pasti apa yang salah dengan model bisnisnya. “Bila bicara mengenai kesalahan model bisnisnya, saya tidak tahu. Bila saya tahu, maka tentunya sekarang saya tidak akan ada di posisi ini,” lanjutnya.

Lebih lanjut Jaka menuturkan bila salah satu yang membuat mereka tidak bisa bertahan adalah layanan yang diusung masih belum menjadi jawaban dari masalah banyak orang. “Sederhananya kami tidak bisa memberikan apa yang orang inginkan. Namun teman-teman saya yang bergerak di ranah e-commerce dan telekomunikasi juga mengatakan bila ranah travel adalah sesuatu yang sulit ditebak. Apa yang sebenarnya orang cari? Rasanya masih menjadi tanda tanya,” imbuhnya.

Kepada pelaku startup lain yang bermain di layanan paket travel, Jaka juga menyampaikan saran untuk mempertimbangkan ulang layanan mereka. “Saya bertemu dengan founder Gogonesia beberapa minggu lalu. Saya berkata ada baiknya untuk mempertajam arah bisnis mereka atau bahkan mempertimbangkan pivot, karena model layanan kami sangat mirip,” jelas Jaka.

Menurut Jaka, usul tersebut disampaikan karena tim Gogonesia masih terbilang kecil. “Sejauh ini mereka baru memiliki lima orang, sementara Valadoo dulu sudah memiliki sekitar dua puluh orang. Saat ini rata-rata sudah bergabung dengan perusahaan lain. Ada yang bergabung dengan Tiket.com, dan banyak lagi. Sebagian masih di industri travel, sebagian lagi tidak,” jelasnya.

Melawan ego

Bagi seorang entrepreneur, kejadian yang menimpa Valadoo adalah sebuah pukulan telak. Meski begitu, Jaka mengakui bila apa yang terjadi adalah pelajaran berharga yang tidak akan terlupa. Ia menuturkan:

Kalau mau dirunut, kesalahannya sudah terjadi sejak empat atau lima tahun lalu. Banyak kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan hal ini terjadi. Tapi itu bagi saya adalah masa lalu.

Jaka sempat berencana untuk mendirikan startup baru, namun lagi-lagi kenyataan berkata lain. Teman dekatnya, Aldi Haryopratomo yang merupakan CEO Ruma menawarkan untuk bergabung. “Inilah ketika saya harus melawan ego, ketika harus bekerja dengan orang lain. Namun adalah suatu hal yang menyenangkan ketika bisa membantu mengembangkan bisnis orang lain. Sekaligus bagi saya ini merupakan “kuliah S2” di dunia nyata,” ujarnya.

Baca juga: Kumpulan Startup Penyedia Paket Travel di Indonesia
Bersama Aldi, Jaka akan mengembangkan layanan baru. “Detail produknya belum bisa saya katakan. Namun yang pasti akan menjadi celah pemasukan baru bagi Ruma,” tutup Jaka.

Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris oleh Nadine Freischlad. Informasi dalam artikel tersebut telah diterjemahkan dan dimodifikasi.

(Diedit oleh Lina Noviandari)

The post Jaka Wiradisuria Menuturkan Cerita di Balik Tutupnya Valadoo appeared first on Tech in Asia Indonesia.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6222

Trending Articles