Menurut sebuah laporan dari BCG, Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat ”e-friction” tertinggi. Istilah e-friction digunakan untuk mengukur tingkat kesulitan orang dalam mengakses dan menggunakan internet secara efektif. Semakin tinggi tingkat e-friction, berarti semakin banyak faktor yang membatasi kemudahan akses dan penggunaan internet.
Di antara 65 negara – diurutkan dari tingkat e-friction “rendah” ke “tinggi” – Indonesia termasuk negara yang berada di urutan bawah. Di Asia Tenggara, hanya Vietnam yang posisinya lebih buruk. Perlu dicatat bahwa Kamboja, Laos, dan Myanmar tidak termasuk dalam penelitian.
Seperti yang mungkin sudah bisa ditebak, faktor utama penyebab tingginya tingkat e-friction di Indonesia adalah infrastruktur. Menariknya, apa yang membuat Indonesia lebih baik dibandingkan Vietnam, adalah industri di negara ini yang relatif maju. Akses informasi di Indonesia juga masih lebih baik dibanding Vietnam.
Ada empat faktor yang menentukan nilai e-friction: Infrastruktur, Industri, Individu, dan Informasi. Empat komponen tersebut terdiri dari 55 indikator. Laporan skor untuk setiap indikator per negara sayangnya tidak tersedia secara online, namun hal itu disampaikan kepada para perwakilan dari industri digital serta pembuat kebijakan di Indonesia pada sebuah pertemuan di Jakarta pekan lalu. Berikut adalah beberapa poin pentingnya:
Hambatan infrastruktur
Komponen infrastuktur, yang membuat Indonesia mendapatkan skor e-friction tinggi, mencakup berbagai faktor seperti penetrasi broadband, kecepatan rata-rata koneksi mobile, dan komponen arsitektur internet.
Hambatan industri
Dalam hal industri, Indonesia masih lebih baik dari beberapa negara Vietnam, Filipina, dan bahkan Thailand. Menurut laporan ini, pemberian pinjaman di tanah air terbilang relatif mudah. Selain itu, dana investasi juga cukup tersedia.
Bagaimanapun, yang membuat Indonesia memiliki tingkat e-friction tinggi di komponen ini adalah “lamanya waktu yang dibutuhkan untuk memulai bisnis”. Dalam hal ini, Indonesia lebih buruk daripada negara-negara tetangganya.
Tentunya, tingkat e-friction yang tinggi tersebut harus diperhatikan oleh para pembuat peraturan. Menyederhanakan proses pendirian perusahaan mungkin bisa menurunkan tingkat e-friction dan berkontribusi terhadap ekonomi digital negara ini.
Hambatan individu
Komponen ini mencakup berbagai aspek seperti kualitas pendidikan, ketersediaan layanan perbankan, dan kepercayaan terhadap transaksi digital. Komponen ini mencoba menilai seperti apa kesiapan penduduk dalam mengakses dan memanfaatkan internet.
Sekali lagi, Indonesia menempati urutan lebih rendah dari negara-negara Asia Tenggara lainnya. Alasan tingginya e-friction di komponen ini adalah masih banyaknya penduduk yang tidak memiliki rekening bank, belum lagi tingginya jumlah orang tidak menggunakan alat-alat keuangan online, dan masih tingginya tingkat buta huruf di kalangan orang dewasa.
Orang Indonesia hanya bisa mendapatkan keuntungan dari internet setelah keseluruhan tingkat pendidikan meningkat, dan mereka memiliki akses serta sudah familier dengan rekening bank dan metode pembayaran non-tunai.
Hambatan informasi
Laporan ini mengukur akses informasi dengan menganalisis beberapa faktor: ketersediaan konten dalam bahasa lokal, kebebasan pers, dan penyaringan.
Perlu diingat, Indonesia memiliki tingkat e-friction yang tinggi dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya, dengan pengecualian dari Vietnam, yang sangat membatasi kebebasan akses informasi di negaranya.
Kesimpulan
Menurut ICANN, laporan tentang e-friction pertama kali dirilis pada awal 2014, namun belakangan ini diperbarui dengan update sejumlah data. Tech in Asia meminta saran kepada Yu-Chuang Kuek, VP dan Managing Director ICANN untuk kawasan Asia Pasifik, tentang bagaimana Indonesia harus menyikapi tingginya tingkat e-friction di negara ini:
Jangan menilai buruk Indonesia hanya berdasarkan hal ini saja. Indonesia berada dalam kondisi yang sangat baik, tantangan terbesarnya, yakni infrastruktur, terletak pada kondisi geografis kawasan ini. Laporan ini memberi pandangan bagi pembuat kebijakan dan industri untuk membuat perubahan langsung, dengan menunjukkan mana yang perlu diperbaiki. Siapa pun bisa menurunkan tingkat e-friction, entah melalui badan atau asosiasi, kelompok konsumen, dan Kemenkominfo.
The post Tingkat E-Friction di Indonesia Masih Tinggi, Apa Saja Penyebabnya? appeared first on Tech in Asia Indonesia.