Beberapa waktu lalu, Tech in Asia sempat merangkum daftar startup musik di tanah air. Belum lama ini, hadir lagi satu startup musik baru bernama 5Beat. Founder Ishak Tanoto bercerita beberapa fakta menarik seputar startup yang berdiri sejak Maret 2015 ini.
Bukan digarap orang berlatar belakang musik
Bila beberapa startup musik yang sempat kami ulas didirikan oleh orang berlatar belakang musik seperti Giring “Nidji” yang mendirikan Kincir.com atau Robin Malau yang mendirikan Konserama, lain halnya dengan Ishak. Pria yang sempat lama tinggal di Amerika Serikat dan kembali ke Indonesia di tahun 2010 tersebut mengalami kebosanan saat mendengar radio atau membaca berita di media online. “Kalau dibilang ada background musik, jelas tidak rasanya. Tapi setiap saya mendengarkan radio, kok yang muncul itu lagi-itu lagi ya?” ujar Ishak memulai perbincangan.
Dari sana Ishak mencoba menggali lebih dalam ranah musik lokal, dan menemukan banyak “harta karun”. “Ternyata ada Angsa dan Serigala, Gugun Blues Shelter, Syaharani, dan banyak nama-nama yang jarang diekspos media,” lanjutnya. Berangkat dari kondisi itu, ia terinspirasi untuk membuat sebuah wadah yang bisa membuka lebih luas lagi pandangan masyarakat Indonesia mengenai musik.
Berawal dari direktori musik
Versi beta dari 5Beat berupa direktori musik. Hal ini dikarenakan awalnya Ishak berencana membuat “Wikipedia musik Indonesia”. “Waktu itu (akhir tahun 2014), saya berpikiran begitu, supaya orang bisa mencari apa pun soal musik di tanah air,” tambahnya. Namun siapa sangka bila setelah situs tersebut diluncurkan, Ishak menerima banyak kiriman e-mail dari musisi yang ingin dimasukkan ke 5Beat. “Awalnya baru ada 170 musisi yang tergabung. Dari sana saya melihat bila di ranah musik tidak hanya sebatas melihat penikmat musik, namun juga pelakunya. Karenanya saya mulai menjalin komunikasi lebih intens dengan para musisi. Bertanya apa saja yang mereka butuhkan, rata-rata jawabannya senada, distribusi, merchandise, dan publikasi.”
Ishak juga menuturkan perihal nama startup miliknya. “Karena ada lima pulau besar di Indonesia, jadilah 5Beat. Tadinya sempat mempertimbangkan Indobeat, namun agaknya kurang menjual,” tambahnya.
Bulan Maret 2015 lalu, 5Beat hadir kembali dengan konsep yang baru. “Dengan [berdiskusi dengan] lima tim saya, lahir lah konsep ‘mashed-up’. Gabungan antara media online, layanan streaming, dan ada juga elemen e-commerce di dalamnya. Kalau pernah menggunakan layanan Flipboard, kami ingin menjadi seperti itu tapi khusus musik. Nah setelah orang tahu musiknya, akan muncul ketertarikan untuk membeli album atau merchandise, bahkan menonton konsernya,” beber Ishak.
Format baru 5Beat sendiri kini menghadirkan tiga fitur utama yaitu Discover, Explore, dan Shop. Discover merupakan direktori musisi di seluruh Indonesia. Fitur Explore berisi update baru seputar musisi dan kabar mengenai dunia musik lokal. Sementara Shop, sesuai namanya, merupakan layanan untuk jual beli baik rilisan maupun merchandise.
Menggandeng musisi sidestream, tanpa melupakan yang mainstream
Ishak melakukan pendekatan dengan berbagai musisi untuk mengembangkan startup miliknya. Ia melihat saat ini rata-rata media atau startup musik lain masih cenderung mengutamakan musisi sidestream saja, atau hanya mainstream. “Jadinya tidak berimbang, dan itu menurut saya merupakan langkah yang keliru. Harus ada jembatan untuk menghubungkan dua “kubu” ini dan itulah mengapa kami menjejerkan semua musisi baru, lama, sidestream, atau mainstream di satu tempat yang sama,” jelasnya.
Ia memberi contoh, di ajang helatan Grammy Awards misalnya, pemenang-pemenangnya juga banyak yang merupakan musisi independen. “Ini berarti sebenarnya tidak ada pembeda antara musisi kategori apa pun, baik itu sidestream maupun mainstream,” tambahnya.
Adanya pemisahan di antara musisi ini juga dinilai Ishak berpotensi merugikan musisi. “Banyak musisi yang akhirnya ganti haluan, faktornya memang banyak, namun rasanya cukup menyedihkan. Oh iya, sebenarnya pemisahan ini juga semu sih. Misalnya Agnes Monica disebut-sebut sebagai artis terbaik di tanah air, apakah ada data yang valid? Semuanya kebanyakan dibentuk oleh media. Sementara itu, satu-satunya band Indonesia yang sudah keliling dunia, White Shoes and The Couples Company, eksposurnya terbilang masih terbatas.
Untuk bisa masuk di 5Beat, Ishak mengatakan hanya ada satu syarat. “Musisinya harus aktif. Tidak harus yang sudah punya single, EP, atau album. Minimal mereka aktif di media sosial dan memiliki tautan lagu yang bisa dinikmati secara streaming.” jelasnya.
Berencana melibatkan seluruh elemen di ranah musik
Bicara mengenai musik, Ishak menilai ada empat elemen utama: penikmat, artis, label, dan promotor. “Kami tengah mengembangkan empat jenis login, sehingga nantinya empat elemen itu bisa dimudahkan untuk saling berhubungan satu dan lainnya,” lanjut Ishak.
Setelah berjalan dua bulan, 5Beat memang baru memiliki 50 anggota terdaftar dengan kisaran 9.000 pageview per bulan. “Namun untuk jumlah artis, sudah bertambah cukup pesat daripada ketika masih berformat direktori. Ada sekitar 400 musisi,” ucapnya.
Menurut Ishak, minimnya jumlah anggota ini dikarenakan layanan buatannya masih terbilang baru dan sistem pembayaran yang masih terbatas transfer bank. “Sejauh ini kami masih mengembangkan sistem pembayaran yang lain. Kebanyakan malah pengunjung situs langsung mengontak kami melalui WhatsApp untuk pemesanan merchandise,” ujar Ishak seraya tertawa.
Terkait monetisasi, selain distribusi rilisan dan merchandise, Ishak juga berencana untuk membuat event offline. “Sejauh ini kami sudah mulai melakukan penjajakan dengan beberapa penyelenggara festival di luar negeri. Tujuannya, selain membawa artis-artis luar ke Indonesia, mereka juga menggunakan artis Indonesia di festivalnya,” imbuh Ishak.
Masih tersandung budaya lokal
Saat ini, yang dinilai Ishak masih menjadi batu sandungan bagi 5Beat adalah budaya lokal. “Banyak yang masih terlalu analog dan konsumsinya hanya hiburan mainstream. Selain itu budaya industri musik tanah air sendiri, terlalu banyak pihak yang mengaku akan membantu musik, lalu banyak yang berpikiran yang dibantu hanya artis tertentu saja,” bebernya.
5Beat sendiri masih beroperasi secara bootstrap, namun menurut Ishak pendanaan bukan fokus utama mereka. “Kami punya backing yang tidak kalah kuat yaitu musisi dan penikmat musiknya sendiri. Kami ingin mencipatakan startup berbasis komunitas melalui 5Beat,” jelasnya.
Bagaimanapun, 5Beat nampaknya harus bersaing dengan sejumlah startup musik lain seperti Digibeat dan LangitMusik. Namun menurut Ishak, hal ini bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. “Saya maunya sih kita berjalan beriringan dan saling rangkul, mengakomodasi kepentingan satu dan lainnya,” tutupnya.
(Diedit oleh Lina Noviandari)
The post 5 Fakta Menarik 5Beat, Startup Musik yang Ingin Menjadi “Payung” Musisi Lokal appeared first on Tech in Asia Indonesia.