Bukan rahasia lagi bahwa banyak pelajar Indonesia yang menempuh pendidikan di luar negeri. Akan tetapi, berkuliah di negara asing bukanlah hal yang mudah, selain harus beradaptasi dengan budaya setempat, mahasiswa juga mempunyai kendala mencari tempat tinggal yang sesuai.
Hal tersebut juga dialami oleh Irzan Raditya, orang Indonesia yang sempat merasa kebingungan mencari tempat tinggal saat menempuh perguruan tinggi di Berlin, Jerman. Irzan menyadari bahwa ini adalah masalah yang harus dipecahkan dan ia pun melakukan riset sederhana. Dari riset yang ia lakukan, banyak pelajar Indonesia ternyata memang merasa kesulitan mencari tempat tinggal. Menariknya, sebagian besar dari mereka lebih memilih untuk tinggal dengan orang Indonesia daripada orang asing. Di saat bersamaan, belum ada platform khusus yang menyediakan informasi tentang tempat tinggal khusus orang Indonesia.
Bersama rekannya, Irzan akhirnya memutuskan untuk mengembangkan Rumah Diaspora, sebuah aplikasi mobile untuk mempermudah para pelajar Indonesia yang ingin mencari tempat tinggal di luar negeri. Listing tempat tinggal pada aplikasi ini berasal dari orang Indonesia yang berada di luar negeri
Komisi sesuai dengan durasi tinggal
Untuk saat ini, listing tempat tinggal yang ditampilkan memang masih minim. Selain masih dalam tahap Beta, Rumah Diaspora memang baru tersedia untuk seluruh wilayah Jerman. Akan tetapi Irzan mengungkapkan kepada Tech in Asia bahwa pihaknya akan melakukan kerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) untuk mensosialisasikan aplikasi ini. Mereka juga berencana menjangkau negara-negara lain yang menjadi destinasi studi pelajar Indonesia dan juga pelajar-pelajar dari negara lain.
Nantinya, dari setiap listing rumah yang berhasil di sewa, pihak Rumah Diaspora akan mengambil komisi berdasarkan durasi tempat tinggal ke pemilik rumah. Sebagai contoh apabila hanya menyewa tempat tinggal selama 1 hari, maka Rumah Diaspora mengambli komisi sebesar 10 persen. Sedangkan apabila menetap selama 8 hari, maka startup ini mengambil komisi sebesar 5 persen setiap hari. Sedangkan untuk para pelajar yang tentunya akan menetap lebih lama, Irzan mengatakan akan mengenakan biaya sekitar EUR5 (Rp72.000) per hari ke pemilik rumah dengan durasi minimum tinggal selama 30 hari.
Selain Irzan, tim pengembang aplikasi ini terdiri dari Gilang Agustian sebagai CTO yang memiliki pengalaman bekerja di Ebay dan PayPal; Luky Primadani sebagai Head of Marketing yang memiliki pengalaman bekerja di Carmudi; Wahyu Wrehasnaya sebagai CFO, dan Sugih Abraham sebagai COO yang sedang bekerja di Lieferando bersama Irzan.
Untuk saat ini, Rumah Diaspora masih mereka kerjakan sebagai proyek paruh waktu. Irzan mengungkapkan bahwa timnya baru akan mengerjakan Rumah Diaspora secara penuh setelah mereka mendapatkan pendanaan tahap awal (seed funding). Tim Diaspora juga berencana menambahkan fitur pencarian layanan atau tempat khusus yang berhubungan dengan orang Indonesia. Sehingga ia berharap aplikasi ini menjadi layaknya “Rumah”, walau sedang tidak berada di rumah sendiri.
Dengan menawarkan listing tempat tinggal seperti ini, Rumah Diaspora harus bersaing dengan layanan listing yang telah memiliki valuasi miliaran dollar seperti Airbnb. Akan tetapi dengan berfokus pada informasi tempat tinggal khusus orang Indonesia, aplikasi ini mungkin saja akan menarik minat 100.000 pelajar Indonesia yang melakukan studi dan 12 juta wisatawan Indonesia yang ke luar negeri setiap tahunnya.
Aplikasi Rumah Diaspora bisa Anda unduh di:
Google Play Store: Rumah Diaspora, gratis
(Diedit oleh Lina Noviandari)
The post Rumah Diaspora ingin membantu pelajar Indonesia mencari tempat tinggal di luar negeri appeared first on Tech in Asia Indonesia.