Valencia Mieke Randa telah mulai menjadi blogger sejak tahun 2007. Sesuai dengan nama blog yang ia miliki “sillystupidlife”, Valencia menulis tentang cerita kehidupan sehari-hari yang lucu dan sesekali mengejutkan, serta tak jarang menyentuh banyak pembaca. Ia juga memiliki akun Twitter dengan ribuan follower, yang pada saat itu bisa dibilang banyak.
Namun hidup tidak selamanya menyenangkan dan berisi hal-hal yang bodoh bagi Valencia. Di tahun 2009, ibunya jatuh sakit, dan Valencia menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah sakit. Sang ibu sangat memerlukan transfusi darah, dan Valencia membutuhkan waktu tiga hari untuk bisa mendapatkan pendonor. Dari sana, Valencia banyak belajar mengenai sistem donasi darah. Sebagai contoh, ia mengetahui bila Indonesia memerlukan 4,5 juta kantong darah setiap tahunnya, namun hanya ada satu juta kantong darah yang didonasikan.
“Pada waktu itu hanya sedikit orang yang mau mendonasikan darahnya,” kata Valencia. “Mereka yang mencari darah rela melakukan apa pun untuk membantu keluarganya, termasuk membayar darah.” Valencia menolak untuk menerima begitu saja kenyataan itu. “Ada jutaan orang yang ingin melakukan kebaikan, namun mereka tidak tahu harus bagaimana. [Sementara itu] Di rumah sakit, banyak yang menangis meminta pertolongan namun mereka tidak tahu harus melakukan apa.”
Berangkat dari kondisi tersebut, Valencia mulai menggunakan jejaring sosial miliknya untuk melakukan gerakan donor darah dan menemukan relawan yang mau mendonorkan darahnya.
“Saya tergabung dengan sebuah mailing list milik blogger yang terdiri dari 44 orang. Saya bicara mengenai ide mereka di sana. Dan para blogger yang rata-rata belum pernah terlibat dalam donor darah, menyatakan berminat.”
Uji coba ide
Akhirnya, ada satu momen yang memungkinkan Valencia menguji idenya. Banjir yang terjadi di kawasan padat penduduk di Tangerang memakan korban ratusan orang. “Kami pergi ke sana. Itu adalah pertama kalinya kami melakukan panggilan donor darah melalui media sosial,” jelas Valencia.
Insiden lain yang juga diingat Valencia saat memulai kampanyenya adalah ketika ada seorang gadis yang mengidap kanker dan memerlukan golongan darah tipe AB. “Hanya tujuh persen orang di Indonesia yang memiliki golongan darah itu,” kata Valencia. “Keluarga yang pernah mendengar tentang kami meminta pertolongan untuk mendapat donor darah. Kami membagikan berita tersebut, dan hampir ada 20 orang yang berdonasi. Perjalanan tidak berhenti di sana, namun mereka juga menyatakan sanggup untuk memberi bantuan kepada siapa pun yang membutuhkan darah golongan AB di kemudian hari. Mereka saling bertukar nomor telepon. Rasanya sangat menakjubkan.”
Dikenali oleh Google
Melihat konsepnya mulai berjalan dan ingin mengembangkan layanannya lebih lanjut, Valencia membuat akun Twitter Blood4LifeID, yang kini memiliki lebih dari 80.000 follower. Namun di luar kesuksesan itu, bukan hal yang mudah untuk mengubah ide menjadi sebuah gerakan.
“Tidak banyak pergerakan yang terjadi. [Donor darah] tidak termasuk dalam ranah aksi sosial yang “seksi”, kebanyakan relawan lebih memilih masuk ke dalam pergerakan edukasi, anak jalanan, dan semacamnya. Selain itu persepsi orang terhadap jarum suntik juga mempengaruhi hal ini,” kata Valencia. “Kami juga belum mendapatkan dukungan dari pemerintah atau Palang Merah Indonesia. Mereka berpikir kami ingin berkompetisi dengan mereka. Palang Merah Indonesia adalah salah satu dari beberapa institusi yang diizinkan untuk mengambil dan menyimpan darah.”
Perjuangan mulai berbuah manis ketika Blood4LifeID mulai dikenali Google pada 2011 silam. Pada waktu itu Google memperkenalkan program hero campaign untuk mempromosikan browser Chrome di Indonesia. Kampanye Blood4Life milik Valencia terpilih sebagai salah satu cerita perjalanan yang masuk ke dalam video promo event tersebut. Kampanye tersebut juga masuk ke berbagai situs dan ditayangkan di stasiun TV lokal.
“Setelah beberapa hari kampanye tersebut disebar luaskan, Palang Merah Indonesia dibanjiri pendonor,” kata Valencia. “Blood4Life waktu itu memiliki 12 admin. Akun Twitter menjadi ruang gawat darurat virtual, orang datang ke sana untuk meminta pertolongan. Kami melakukan verifikasi semua informasi sebelum menyebarkannya, dan kami sangat waspada terhadap berita palsu (hoax). Di akhir 2012, kami memiliki lebih dari 12.000 follower.
Setelah Google, penghargaan lainnya berhasil diraih. Pada 2012, Valencia diundang ke Amerika Serikat oleh Kedutaan AS. Ia mempresentasikan Blood4Life di sejumlah kesempatan, termasuk di kantor pusat Twitter. “Mereka sangat takjub dengan bagaimana saya bisa menjalankan sebuah kampanye tanpa uang, kantor, atau karyawan. Follower kami saat itu 33.000,” kenang Valencia.
Ujian terberat di bulan Ramadan
Menurut Valencia, dalam sehari Blood4Life kini menerima sepuluh sampai dua puluh permintaan darah. Meski terus mengkampanyekan pentingnya donor darah, masih ada ketimpangan persediaan. Kebutuhan pasar saat ini mencapai 5 juta kantong darah per harinya, dan jumlah donasi baru mencapai 3,5 juta kantong.
Pada bulan Ramadan, persediaan darah menurun drastis. “Dua minggu sebelum dan setelah Ramadan, termasuk di bulan Ramadan sendiri permintaan sangat tinggi. Kami bisa mendapat 60 permintaan per hari,” kata Valencia. “Kebanyakan orang enggan melakukan donor. Banyak kaum Muslim yang percaya bila donor darah akan membatalkan puasa, meskipun MUI telah mengeluarkan fatwa bila donor darah di bulan puasa adalah halal.”
“Faktor lainnya adalah kekhawatiran akan lemas bila melakukan donor darah di bulan Ramadan. Solusinya adalah kami meminta komunitas gereja untuk aktif melakukan donor darah selama bulan Ramadan, dan juga kaum muda yang dapat melakukan donor darah di malam hari setelah berbuka puasa, atau di pagi hari, sebelum mulai puasa.”
Lepas dari Twitter
Valencia melihat Blood4Life sebagai sebuah keberhasilan, namun selalu dihantui terhadap ketergantungan pada Twitter. “Bila Twitter bubar, maka kami pun akan lenyap,” katanya. Karenanya ia beberapa kali mencoba untuk membawa ruang darurat Blood4Life ke platform yang independen.
Namun perjalanan Blood4Life lepas dari Twitter tidak mudah. Valencia tidak pernah mendapatkan donasi darah hanya dengan bantuan relawan. “Sebuah agensi pernah membantu kami membuat aplikasi untuk BlackBerry dan Android. Namun terlalu banyak bug, sehingga belum pernah benar-benar dikembangkan,” jelasnya. “Pengembangan situs kami juga masih mandek,” ujarnya.

Ferdian Kelana yang terlibat dengan Blood4Life sejak 2014, memamerkan game kartu golongan darah yang dikembangkannya.
Sejak 2014, Valencia mulai menjalankan proyek baru, Rumah Harapan, sebuah rumah bagi anak-anak yang sakit dan tidak mampu dirawat di rumah sakit. Kepengurusan Blood4Life dialihkan kepada Ferdian Kelana, yang ikut mendukung gerakan ini sejak awal.
Valencia dan Ferdian telah menyiapkan berbagai ide untuk mengembangkan Blood4Life menjadi layanan yang lebih baik untuk menghubungkan pendonor dan mereka yang membutuhkan darah. Mereka berencana bila nantinya orang yang membutuhkan darah akan bisa mengisi formulir permintaan darah dan mengirimkannya melalui staf admin Blood4Life untuk selanjutnya melalui proses verifikasi. Tujuannya adalah untuk mendata golongan darah, sehingga golongan darah tertentu yang jarang, dapat ditemukan dengan mudah di saat darurat.
“Kami mencari developer yang dapat membantu kami. Namun kami mencari seseorang yang berdedikasi dan dapat memastikan semua berjalan lancar dan bebas bug. “Platform ini seolah terdengar seperti celah bisnis yang menjanjikan, namun Valencia tetap dengan tegas menyatakan bila hal ini tetap tidak akan masuk ke ranah komersil.
“Banyak orang menyarankan agar saya memonetisasi ini,” ujarnya. “Namun tidak. Darah harus tetap gratis. Pasien harus membayar Rp250.000 per kantong darah untuk Palang Merah Indonesia. Kantong darah yang dipakai sudah dipastikan bebas kuman dan virus. Setiap kantongnya sudah melakukan pengujian,” jelasnya. “Semuanya adalah atas nama relawan, kami tidak mendapat dukungan ataupun pendanaan dari pemerintah.”
(Diterjemahkan oleh Pradipta Nugrahanto dan diedit oleh Lina Noviandari)
The post Valencia Randa, wanita Indonesia yang memulai salah satu kampanye terlama di media sosial appeared first on Tech in Asia Indonesia.