Bisnis makanan memang kerap disebut-sebut sebagai salah satu ranah yang tidak akan pernah mati. Selama ada kehidupan, berarti akan selalu ada makanan. Seperti pepatah lawas filsuf Perancis Descartes, “Cogito ergo sum” yang dalam Bahasa Indonesia berarti: “Aku berpikir maka aku ada”. Kali ini, dua Founder dari startup katering online Gorry Gourmet, Herry Budiman dan William Susilo berbagi cerita mengenai pengalaman kewirausahaannya. Mari makan sehat!
Dari konsultan ke makanan
Sebelum menjadi entrepreneur, baik William maupun Herry adalah pekerja kantoran layaknya kebanyakan orang. William sebelumnya adalah konsultan di Accenture ASEAN Strategy Practice dengan fokus growth strategy untuk korporat. “Di sana saya banyak belajar mengenai cara terbaik untuk mengelola usaha skala konglomerat. Mulai dari proses bisnis, sampai model menjalankan usaha,” jelasnya membuka percakapan. Pelajaran lain yang dipetiknya selama menjadi konsultan adalah metode berpikir, dan kemampuan interpersonal. Setelahnya ia sempat bergabung dengan sebuah perusahaan konglomerasi dan akhirnya properti. “Yang pasti, cara berpikir dan memecahkan masalah dari pekerjaan sebelumnya, sangat membantu saya dalam mengembangkan startup,” lanjutnya.
Berbeda dengan Herry, sejak masih duduk di bangku sekolah ia sudah memiliki ketertarikan terhadap ranah Food and Beverage (FnB). “Dulu saya sempat mencoba ranah ritel dan akhirnya mulai masuk ke ranah FnB. Saya banyak menimba ilmu saat bergabung dengan Boga Group,” jelasnya.
Namun baik William maupun Herry menemukan rasa yang kurang lengkap saat menjadi karyawan. “Setinggi apa pun posisinya, tetap saja yang dikerjakan adalah visi orang. Jelas belum tentu sesuai dengan ukuran ideal menurut kita. Lain halnya dengan startup, mau itu sekecil apapun kita bekerja untuk tujuan dan nilai yang kita percaya,” terang William. Sementara Herry meski sempat bekerja kantoran, namun ia mematok untuk bisa menjadi entrepreneur sebelum menginjak usia 30 tahun.
Makanan kaum urban

William Susilo, CEO & CFO Gorry Gourmet
Ketika ditanya mengapa makanan menjadi ranah pilihan untuk startupnya maka William mengembalikan hal tersebut terhadap kebutuhan dasar manusia. “Setiap orang pasti perlu makan. Nah makanan yang seperti apa? Kami kerucutkan lagi menjadi makanan sehat,” lanjutnya.
Bagi Herry, meski ide untuk mendirikan startup di ranah makanan sudah terbersit sejak awal memasuki dunia wirausaha, masalah yang dihadapinya adalah belum ditemukannya partner yang tepat. “Ketika bertemu William, maka saya bukan hanya sekadar menemukan orang yang sukses mendorong saya untuk membangun mimpi, namun skill yang kami miliki juga saling melengkapi satu dan lainnya,” katanya.
Sebelum mendirikan Gorry Gourmet, William terlebih dahulu memulai startup di ranah makanan dengan Colby’s Farm. “Produknya adalah susu non-dairy(almond milk, cashew milk dan black bean milk) dan juga minuman dan snack sehat,” ungkapnya. Meski sudah menjalankan Gorry Gourmet, startup yang lebih dulu didirikannya ini tetap eksis dengan penjualan melalui platform online dan tengah berencana melakukan distribusi konvensional.
Lupa kapan tidur

Herry Budiman, COO Gorry Gourmet
Bagi pelaku wirausaha, tak jarang waktu istirahat harus dikorbankan demi bisa mencapai tujuan. Tak terkecuali dengan Herry dan William, keduanya sempat mengalami masa-masa minim waktu tidur. “Jujur saja waktu ada order-order awal masuk, saya dan Chef kami kala itu terlampau girang sehingga tak jarang kami tidak tidur. Padahal di awal merintis itu kami banyak mengikuti bazaar,” kenang Herry.
Hal senada diungkapkan William, “Salah satu cara kami mengenalkan produk adalah dengan banyak mengikuti pop up market atau bazaar. Itu pun dilakukan sendiri, karena tim masih sedikit hanya ada saya, Herry, Chef dan Supervisor Logistik. Bahkan pernah juga ketika kurir sedang penuh dan ada barang yang harus segera diantar ke bazaar maka kami sampai naik bajaj.”
Inspirator dan referensi
Sudah bukan hal yang baru bila para entrepreneur memiliki inspirator dan referensi dalam menjalankan usahanya. Bagaimana dengan dua Founder startup katering ini? William mengaku terinspirasi Leah Widjaja, Vice Chairman dari salah satu perusahaan properti nasional terbesar di tanah air. “Ia adalah sosok yang memiliki kemampuan entrepreneurship hebat dan kemampuan manajemen yang sangat baik,” ucapnya. Lain halnya dengan Herry yang mengaku banyak terinspirasi Founder Culture Royale, Ivred Buntharan. “Pemikirannya selalu jauh ke depan dan track record-nya di ranah FnB selalu membuat saya kagum,” jelasnya.
Untuk bacaan, William saat ini melihat buku Asian Godfathers – Money & Power din HK and Southeast Asia karya Joe Studwell adalah salah satu bacaan yang cocok bagi mereka yang bergerak di ranah wirausaha. “Membaca buku ini seperti belajar sejarah dalam konteks yang tidak pernah diajarkan di sekolah,” ujarnya. Selain itu, serial TV Empire dengan alur cerita dan angle yang segar seputar bisnis keluarga juga menjadi tontonan favoritnya. Lalu bagi Herry, serial TV seperti Shark Tank dan The Apprentice menjadi salah satu sumber inspirasi dengan berkaca dari pengalaman entrepreneur lain yang ada di acara tersebut.
Waktu luang dan cara mengawali hari
Saat bersantai, William mengaku dirinya banyak bersantai di kedai kopi, serta mencoba beragam tempat makanan baru di Jakarta, sementara Herry lebih memilih untuk berkumpul bersama teman dan menonton berbagai hal menarik melalui YouTube. Sebelum memulai aktivitas sehari-hari, Herry dan William memiliki kesamaan dalam membuat rencana kerja harian. “Selain itu biasanya saya makan buah dan olahraga ringan selama 10 sampai 15 menit,” ujar William.
Selain itu, keduanya juga sama-sama mengupayakan waktu luang untuk menghabiskan waktu dengan keluarga. William misalnya, memutuskan hari Minggu untuk waktu bagi keluarga dan menghabiskan quality time, pun demikian halnya dengan Herry. “Sebagai perantau, waktu untuk keluarga jelas tidak banyak, makanya setiap ada waktu luang saya selalu menyempatkan diri untuk keluarga,” tambahnya.
Membaca tren terkini dan dukungan antar partner
Salah satu kunci dalam mengembangkan startup menurut William adalah dengan rajin mengamati tren, baik yang terjadi di dalam maupun luar negeri. “Itulah sebabnya saya kerap memaksa diri untuk membaca artikel dan mendatangi tempat-tempat baru. Bahkan tak jarang saya mendatangi beragam acara seperti festival kuliner atau semacamnya. Proses ini banyak membantu dalam perencanaan dan pengembangan model bisnis,” jelasnya.
Sementara bagi Herry, saat dimana ada perbedaan pemikiran dengan partnernya berarti juga momen untuk lebih mengenal satu sama lain. “Bila hal itu terjadi maka di situlah menjadi medium yang tepat untuk terus menguatkan dan memberi dukungan. Ini juga wujud nyata kecintaan pada startup yang kami dirikan,” tutupnya.
The post Founder Stories Gorry Gourmet: Ada makanan maka Anda ada! appeared first on Tech in Asia Indonesia.