Quantcast
Channel: Tech in Asia
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6222

Nostalgia Review Shadow of the Colossus – Melawan Norma Demi Kesempurnaan

$
0
0

Banyak game yang memiliki desain gameplay dan estetika yang unik, tapi seandainya ada orang yang mengatakan kepada saya 10 tahun lalu bahwa mereka mau membuat sebuah game adventure yang hanya berisi boss battle saja, tanpa musuh-musuh keroco sama sekali, saya pasti akan menertawakan mereka. Namun ternyata, di akhir masa kejayaan PlayStation 2, justru muncul game dengan karakteristik seperti yang saya sebutkan barusan. Sebuah game adventure tanpa musuh selain boss, tanpa karakter yang bisa diajak berinteraksi kecuali kuda milik sang jagoan, namun dengan dunia yang sangat luas. Bukan kebetulan game tersebut ternyata menjadi salah satu game terbaik yang pernah ada. Game yang saya maksud tidak lain dan tidak bukan adalah Shadow of the Colossus.

Lihat Juga: Nostalgia Review Ico – Menyampaikan Emosi Melalui Gameplay

Shadow of the Colossus dikembangkan oleh Team Ico yang berada di bawah Sony Japan Studio dan merupakan penerus spiritual dari Ico, salah satu game terbaik yang pernah dirilis dekade lalu. Sama seperti Ico, game ini memiliki nilai jual utama pada estetika yang dimiliki. Meskipun gameplay dari Shadow of the Colossus termasuk sangat bagus, hal paling menarik dari Shadow of the Colossus adalah pada bagaimana game ini bisa membuat pemainnya merasakan perasaan tertentu. Jika Ico akan memberikan kamu perasaan hangat dengan hubungan yang dimiliki dua karakter utamanya, maka Shadow of the Colossus akan memberikan kamu perasaan kesepian, serta rasa takjub yang luar biasa terhadap eksistensi para colossi yang harus kamu hadapi.

Petualangan Yang Hanya Berisi Pertarungan Besar

Shadow of the Colossus | Screenshot (1)

Shadow of the Colossus dimulai dengan sang karakter utama yang bernama Wander, bersama dengan kudanya yang bernama Agro, mereka datang ke sebuah daratan luas tidak berpenghuni membawa seorang wanita yang sedang tidak sadarkan diri. Wanita tersebut merupakan wanita yang dicintai Wander dan harus menjadi korban dari ritual yang ada di desanya. Karena marah dan tidak terima dengan takdir yang dihadapi pasangannya, Wander membawa wanita itu ke altar dalam sebuah kuil, dan memohon pada sebuah entitas misterius untuk membangkitkannya.

Entitas misterius tersebut membuat perjanjian dengan Wander, seandainya Wander mampu menghabisi 16 colossi yang tersebar di daratan tersebut, maka wanita yang dicintainya akan hidup dan sadar kembali. Wander pun setuju dengan perjanjian tersebut dan mulai mengelilingi daratan bersama Agro untuk menemui para colossi dan menghabisi mereka.

Shadow of the Colossus | Screenshot (2)

Salah satu hal yang paling menarik dari Shadow of the Colossus adalah bagaimana mereka memperlakukan para colossi layaknya sebuah level. Sebagai manusia yang kecil, Wander harus memanjat dan menyerang para colossi di titik lemah mereka. Untuk mencapai titik lemah tersebut, kamu harus mengecek posisi titiknya menggunakan kekuatan dari pedangmu, lalu perhatikan desain sang raksasa, baru cari jalan untuk mencapai titik lemah itu.

Sebagai Wander kamu diharuskan memanjat para colossi, bergelantungan di bulu-bulu mereka, beristirahat di bagian tubuh mereka yang berfungsi sebagai platform, dan mempertahankan keseimbangan jangan sampai terjatuh. Hal ini tentunya tidaklah mudah untuk dilakukan. Begitu sadar akan kehadiranmu, para colossi akan berusaha untuk menginjakmu, dan saat kamu bergelantungan di tubuh mereka maka mereka akan menggoyang-goyangkan tubuh mereka untuk mengusir kamu. Layaknya manusia menggerakkan tubuhnya untuk mengusir nyamuk kecil yang mengganggu.

Shadow of the Colossus - Screenshot (3)

Setiap colossi biasanya memiliki dua atau tiga titik lemah, jadi kamu tidak akan bisa bermanja-manja menyerang pada satu titik saja. Akan ada masa di mana titik lemah tersebut sudah tidak berguna lagi, maka kamu diharuskan mencari titik lemah yang lain untuk mengurangi nyawa sang colossi.

Oh iya, tidak ada sistem leveling di sini, jadi jangan harap damage yang dihasilkan Wander dari colossi pertama sampai ke-16 akan meningkat. Satu-satunya stats yang bisa ditingkatkan adalah HP yang bisa bertambah dengan memakan buah, dan stamina yang akan bertambah dengan memakan ekor kadal berwarna perak. Kamu perlu menjelajahi dunia yang luas dan nampak kosong ini untuk bisa menemukan buah-buah dan kadal-kadal tersebut.

Sebuah Karya Seni

Shadow of the Colossus - Screenshot (4)

Dari segi visual, Shadow of the Colossus yang dirilis di penghujung usia PlayStation 2 nampaknya benar-benar memaksimalkan kekuatan console ini. Grafis dalam game terlihat sangat megah dan indah, hal ini tentunya didukung dengan art direction yang nampak sangat epik. Kualitas tinggi yang dimiliki versi PlayStation 2 tentunya semakin meningkat begitu game ini mendapatkan remaster HD untuk PS3 pada tahun 2011 silam. Menurut beberapa gamer, kekurangan dari versi PS2 malah membuat game ini terlihat lebih immersive dan indah. Tapi jujur saja, versi manapun yang kamu mainkan, semuanya nampak luar biasa.

Saya tidak akan bicara banyak-banyak mengenai grafis dalam game ini, karena memang Shadow of the Colossus menunjukkan sebuah kualitas visual yang cukup sulit ditandingi oleh game lain. Oleh karena itu langsung saja kita lompat ke urusan audio.

Selama permainanmu di Shadow of the Colossus, kamu akan ditemani oleh musik-musik epik dan syahdu garapan komposer Kow Otani. Musik-musik dalam game ini betul-betul menyesuaikan kepada tema kejadian yang tengah terjadi dalam game, dan menyajikannya dengan begitu pas dan sempurna. Hal ini terutama akan kamu rasakan saat berhasil menemukan celah untuk melawan colossus. Rasanya musik-musik seperti itu cocok untuk saya jadikan soundtrack hidup saya.

Perasaan Yang Diberikan

Shadow of the Colossus | Screenshot (5)

Seperti yang sempat saya singgung di atas, sebagai penerus spiritual dari Ico, Shadow of the Colossus menyajikan sebuah pengalaman yang betul-betul berkesan. Nilai jual utama yang dimiliki game ini terletak pada bagaimana game ini bisa membuat kamu merasa. Mulai dari perasaan takjub ketika melihat luasnya dunia yang kosong tanpa manusia (masih ada hewan kecil seperti burung dan kadal), perasaan takjub dan tidak berdaya yang saya rasakan ketika melihat para colossi, sampai ke perasaan percaya diri yang sangat tinggi melihat tekad dan usaha Wander mengalahkan para raksasa demi wanita yang dia cintai.

Minimalnya tampilan dalam game juga semakin memberikan perasaan immersive menjelajahi dunia kosong ditemani dengan Agro yang setia. Berbagai keputusan desain dalam game ini memang sepertinya dirancang sedemikian rupa untuk memaksimalkan emosi yang disampaikan game ke para pemainnya. Melihat bagaimana tim developer sukses melakukannya di Ico, dan mengulanginya lagi di Shadow of the Colossus, tidak mengherankan jika game ketiga dari mereka yaitu The Last Guardian, betul-betul dinantikan oleh ribuan atau bahkan jutaan gamer di luar sana.

Verdict: Game Untuk Manusia Berjiwa Raksasa

Shadow of the Colossus | Screenshot (6)

Saya rasa tidak perlu panjang lebar lagi saya merangkum review ini. Shadow of the Colossus jelas merupakan sebuah karya seni yang dibuat dengan serius dan maksimal. Pengalaman saat bermain game ini dijamin akan membuat kamu tenggelam dalam sebuah perjalanan spiritual membasmi entitas-entitas agung yang bisa membuat takjub siapapun yang melihatnya.

Team Ico tidak hanya membuat sebuah game yang melawan berbagai norma seperti diusungnya konsep game yang hanya memiliki boss battle, mereka juga telah membuat sebuah legenda raksasa.

Shadow of the Colossus dirilis untuk PS2 dan kemudian dirilis dalam resolusi HD untuk PS3. Versi fisik game ini digabung dengan Ico, sedangkan versi digitalnya bisa dibeli secara terpisah.

PlayStation Store (US): Shadow of the Colossus, $19,99 (sekitar Rp 237.000)

PlayStation Store (Asia): Shadow of the Colossus, Rp 116.000

Post Nostalgia Review Shadow of the Colossus – Melawan Norma Demi Kesempurnaan muncul terlebih dahulu di Games in Asia Indonesia.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6222

Trending Articles